Liputan6.com, Jakarta - Harga emas naik pada perdagangan Senin meskipun imbal hasil surat utang 10 tahun mencapai angka tertinggi dalam dua tahun. Penguatan harga emas ini terjadi karena pelaku pasar melindungi posisi mereka terhadap risiko inflasi dan geopolitik.
Mengutip CNBC, Selasa (11/1/2022), harga emas di pasar spot naik 0,3 persen ke level USD 1,800,76 per ounce pada 11.48 GMT, sedikit pulih dari perdagangan Jumat ketika mencapai level terendah sejak 16 Desember.
Sedangkan harga emas berjangka AS naik 0,2 persen menjadi USD 1.800,30 per ounce.
Analis Saxo Bank Ole Hansen mengatakan, harga emas bertahan di sekitar area USD 1.800 meskipun ada kenaikan imbal hasil obligasi AS. Hal ini menunjukkan bahwa pasar sedang melihat faktor-faktor lain seperti inflasi dan ketegangan geopolitik.
"Pelemahan saham berpotensi juga menambahkan beberapa dukungan ke pasar logam mulia," kata Hansen.
Namun, fokus pelaku pasar pada pekan ini masih soal imbal hasil obligasi AD dengan data inflasi AS. Inflasi inti AS diperkirakan meningkat 5,4 persen secaea tahunan pada Desember. Angka ini naik dari 4,9 persen pada bulan sebelumnya.
Dengan estimasi angka inflasi ini akan menekankan perlunya kenaikan suku bunga lebih awal dari yang diantisipasi oleh Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed).
Emas dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi yang lebih tinggi.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Geopolitik
Hansen menambahkan, ketegangan yang sedang berlangsung antara AS dan Rusia atas Ukraina dan kerusuhan di Kazakhstan juga memicu kekhawatiran geopolitik.
Amerika Serikat dan Jerman menunjukkan satu sikap mendukung Ukraina, kata Menlu AS Antony Blinken ketika menerima kunjungan rekan Jermannya, Annalena Baerbock di Washington hari Rabu pekan lalu.
"Tindakan Rusia jelas akan ada harganya," kata Menlu Jerman Annalena Baerbock dalam kunjungan pertamanya ke Washington sejak menjabat Menteri Luar Negeri Jerman. Setiap pelanggaran terhadap kedaulatan Ukraina akan memiliki "konsekuensi parah" bagi Rusia, lanjutnya.
Blinken juga mengancam Rusia dengan sanksi ekonomi yang keras jika terjadi eskalasi militer. Dia mengatakan bahwa ini bukan hanya posisi Berlin dan Washington, melainkan "posisi kolektif dari banyak negara, sekutu dan mitra yang telah berkumpul dalam berbagai aliansi."
Advertisement