Liputan6.com, Polewali Mandar - Tak hanya di tingkat provinsi, namun juga di tingkat kota dan kabupaten. Bahkan saat ini Indonesia menduduki peringkat ketiga penghasil sampah terbanyak di dunia.
Hal ini semakin diperburuk dengan ketersediaan tempat pembuangan akhir (TPA) yang sebagian besar sudah melampaui kapasitas rencana.
Baca Juga
Advertisement
Sesuai data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), timbulan sampah secara nasional saat ini telah mencapai 64 juta ton pertahun. Sekitar 60 persen sampah yang dihasilkan dibawa ke TPA, sekitar 10 persen di daur ulang.
Sisanya, sekitar 30 persen dibuang ke media lingkungan yang bukan tempatnya, seperti badan-badan air (sungai, anak sungai, kanal, drainase). Bahkan hanyut ke laut atau tidak tertangani dengan baik.
Alhasil kebijakan strategis pun diambil oleh pemerintah, terkait permasalahan sampah yang tertuang dalam Perpres nomor 97 tahun 2017 tentang kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah.
Melalui upaya 3R (reduce, reuse dan recycle) menjadi tumpuan utama. Tujuannya untuk mengurangi sampah secara nasional, dengan target pengurangan 30 persen pada tahun 2025 mendatang.
Teror Sampah Pengaruhi Psikologi Warga
Sesuai penelusuran Liputan6.com di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat yang saat ini mengalami horor sampah oleh situasi dan kondisi darurat yang memengaruhi psikologi warga setempat. Hingga berujung terjadinya reaksi keras penolakan proyek pembangunan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah, di ibu kota kelurahan Balanipa, Kecamatan Balanipa oleh warga dan elemen kelompok pemuda setempat.
Semua ini menyusul akibat di tutupnya TPA di Desa Paku, Kecamatan Binuang, Polewali Mandar sesuai surat pernyataan Bupati Polewali Mandar Nomor : P.13/BUPATI/660/06/2021yang isinya menyatakan bahwa tempat pemprosesan akhir (TPA) sampah di Desa Paku, Kecamatan Binuang akan ditutup pada bulan Desember 2021.
Adalah Faisal (24), warga Desa Paku, Kecamatan Binuang mengatakan, jauh sebelum hadirnya pandemi Covid-19, kampung halamannya sejak 10 tahun lalu, sudah menjadi lokasi pembuangan sampah di Kabupaten Polewali Mandar yang terdiri dari 16 kecamatan, 23 kelurahan, dan 144 desa.
Mahasiswa tingkat akhir Fakultas Teknik yang tergabung dalam Mahasiswa Pencinta Lingkungan Hidup Selaras (Sintalaras) Universitas Negeri Makassar ini menjelaskan ada atau tidak ada pandemi Covid-19, masyarakat di Kabupaten Polman tetap menghasilkan sampah, yang perlu dikelola dengan baik.
"Kini tantangan terbesar ada pada pemerintah daerah, baik itu kabupaten dan provinsi. Karena pengelolaan limbah domestik yang dihasilkan wajib jadi tanggungjawab kita semua, mulai dari diri sendiri dan lingkungan kecil yang melibatkan seluruh pihak. Sebab sampai saat ini masalah sampah sudah menjadi horor warga kabupaten Polman. Semua, dan siapa saja bisa memberikan komentar, wawasan dan bereaksi keras terkait kondisi darurat sampah yang kami alami," kata Faisal kepada Liputan6.com Senin 10 Januari 2022.
Faisal menjelaskan masalah utama seluruh elemen warga Desa Paku, di Kecamatan Binuang telah sepakat memblokade pintu masuk TPA di kampung halamannya. Tujuannya tidak lain adalah, mereka meminta dengan tegas pemerintah daerah untuk segera melakukan pemulihan pisik landscape TPA yang telah merusak rona lingkungan persawahan, pemukiman dan sumur dari sumber air tanah warga.
" Semua pihak bisa memberikan komentar wawasan dan pemahaman dalam tataran wacana. Hingga debat kusir di dunia maya (media sosial). Namun yang penting buat kami adalah, praktek nyata kongkrit tata kelola persampahan yang baik dan bermartabat untuk pemulihan lingkungan kami " Faisal kepada Liputan6.com Senin 10 Januari 2022.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Polman, Rahmin saat ditemui dikediamannya. Ia mengaku belum bisa berkomentar lebih jauh terkait polemik persampahan, Karena masih dalam suasana berduka cita.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Advertisement