Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koperasi dan UKM membentuk Tim Satuan Tugas Penanganan Koperasi Bermasalah yang diharapkan mampu menjawab keluhan masyarakat atas koperasi bermasalah.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, mengatakan bahwa Satgas dibentuk juga untuk mengawal secara utuh koperasi yang saat ini sedang mengikuti homologasi/perjanjian yang telah ditetapkan Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
“Dengan begitu dapat menumbuhkan rasa aman dan ketenangan bagi masyarakat atau anggota yang tergabung dalam koperasi,” kata Teten, dalam konferensi pers, Selasa (11/1/2022).
Lanjut MenkopUKM, menyebutkan cakupan tugas dari Satgas secara umum adalah melakukan inventarisasi dan penilaian aset oleh appraisal independent (tanah, bangunan dan lainnya seperti piutang); melakukan analisis hasil inventarisasi koperasi bermasalah, termasuk aspek hukum; dan mengecek lokasi dan pemeriksaan koperasi bermasalah.
Kemudian juga untuk menyusun rekomendasi penanganan koperasi bermasalah; melakukan pengawasan proses tahapan pembayaran; serta melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan.
Adapun ruang lingkup penugasan antara lain bahwa Satgas merupakan Tim Ad Hoc antar K/L terkait utk mengkoordinasikan langkah-langkah penanganan Koperasi bermasalah dgn tujuan mengutamakan pembayaran simpanan kecil para anggota koperasi.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Mengawal Putusan Homologasi
Selain itu, anggota Satgas melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan masing-masing kementerian/lembaga terkait dan Satgas berupaya untuk mengawal putusan homologasi (pasca PKPU).
“Di sisi lain Satgas mendorong anggota koperasi yang tidak setuju terhadap perdamaian untuk tetap mengikuti proses homologasi dan memprioritaskan pembayaran kepada anggota koperasi dengan simpanan kecil,” jelas MenkopUKM.
Dalam perkembangannya, Satgas juga akan memprioritaskan pembayaran berdasarkan asset based resolution dan mendorong Aparat Penegak Hukum untuk mendahulukan proses homologasi (perdata) dan menunda proses pidana (ultimum remedium).
Advertisement