Komisi III DPR Kritik Sikap Komnas HAM yang Menolak Hukuman Mati Predator Seksual Herry Wirawan

Habib menilai, sikap Komnas tersebut terlalu membabi buta dan tidak tidak sensitif kepada korban.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 13 Jan 2022, 14:35 WIB
Terdakwa pemerkosa belasan santri di Bandung, Herry Wirawan, keluar dari ruang persidangan setelah agenda sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (11/1/2022). (Foto: Humas Kejati Jabar)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi III DPR RI, Habiburokhman mengkritik sikap Komisi Nasional Hak azasi Manusia (Komnas HAM) yang menolak tuntutan hukuman mati bagi Herry Wirawan, pemerkosa belasan santri di Bandung, Jawa Barat.  

Habib menilai, sikap Komnas tersebut terlalu membabi buta dan tidak tidak sensitif kepada korban. 

"Kita menghargai posisi Komnas HAM terkait hukuman mati, yang menolak, namun juga kami berharap Komnas HAM itu tidak membabi buta dalam merespons kasus-kasus hukuman mati dari penegak hukum," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (13/1/2022).

Habiburokhman menilai apa yang disampaikan Komnas HAM seolah mengabaikan rasa keadilan anak-anak korban Herry.

"Ini monster predator seksual yang di Jawa Barat. Saya melihat, kerasnya pernyataan Komnas HAM terkait hukuman mati ini seolah-olah mengabaikan korban," ujar dia.

"Kalau saya dalam posisi tertentu menyetujui hukuman mati, terutama terhadap orang-orang seperti Herry Wirawan ini, bila perlu ditembak kepalanya," tambah dia.

 


Penjelasan Komnas HAM

Pesantren Madani Boarding School di Cibiru, Kota Bandung, milik guru pesantren Herry Wirawan di bawah Yayasan Pendidikan dan Sosial Manarul Huda.

Sementara itu, Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik menjawab bahwa isu hukuman mati akan selalu selalu menuai kontroversi. Taufan mengaku, pihaknya mengapresiasi tuntutan maksimal jaksa terhadap Herry Wirawan. Namun, hukuman maksimal bukan berarti hukuman mati.

"Niat menghukum secara maksimal itu kami apresiasi. Tapi tentu sebaiknya tidak hukuman mati, tetap dengan sikap Komnas HAM, di mana pun bahwa hukuman mati itu diabolisi, meskipun harus ada tahapan-tahapan, tidak mungkin, sekarang RKHUP sudah cukup baik, dan itu kita sampaikan di konferensi internasional," kata dia.

Lebih lanjut, kata Taufan, adanya hukuman mati seolah tanggung jawab negara hilang.

"Kami sampaikan juga adalah perhatian terhadap korban, jadi restitusi yang diajukan jaksa, itu kita hormati sangat bagus, namun kita katakan kenapa tidak menjadi tanggung jawab negara, seolah-olah ini tanggung jawab pelaku saja, diambil dari hartanya," pungkas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya