Liputan6.com, Jakarta Kanker ovarium masuk dalam urutan lima teratas kanker yang sering terjadi pada wanita. Namun berbeda dengan kanker serviks, kanker ini pun kerap disebut sebagai silent killer.
"Betul di Indonesia terbanyak adalah kanker serviks untuk yang kandungan, kedua adalah kanker ovarium," ujar Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI), Dr. dr. Brahmana Askandar, SpOG(K) dalam konferensi pers Kampanye 10 Jari pada Kamis, (13/1/2022).
Advertisement
"Tapi kanker ovarium ini menjadi suatu perhatian karena disebut dengan silent killer," tambahnya.
Menurut Brahmana, kanker ovarium disebut sebagai silent killer karena penyakit satu ini tidak memiliki gejala yang khas. Sehingga, seringkali terdeteksi ketika sudah berada pada stadium lanjut.
"Penyakit tersebut tidak menunjukkan gejala apapun di stadium awal. Hanya 20 persen dari kanker ovarium yang terdeteksi pada stadium awal," kata Brahmana.
Gejala tak nampak
Brahmana menjelaskan, hal tersebut bisa terjadi karena gejala kanker ovarium tidaklah sejelas atau senampak kanker serviks. Itulah yang membuat deteksi dini sulit ditemukan.
"Karena orang tidak ada keluhan apa-apa. Haidnya normal-normal saja, indung telurnya juga masih bisa berfungsi,"
"Kemudian biasanya pasien datang itu perutnya sudah membesar, sesak karena ada cairan di paru-parunya, atau gangguan buang air besar karena penyebaran di ususnya," ujar Brahmana.
Bahkan berdasarkan data Global Burden of Cancer Study (Globocan) terakhir pada tahun 2020, Indonesia memiliki 14.896 kasus baru kanker ovarium dengan angka kematian 9.581 setiap tahunnya.
Padahal jika ditemukan pada stadium awal, 94 persen pasien sebenarnya dapat hidup lebih dari lima tahun setelah diagnosis dilakukan.
Advertisement