YLKI Minta Pemerintah Tunda Kenaikan Tarif KRL dan Tambah PSO

YLKI melakukan survei pada konsumen KRL di Oktober 2021, salah satunya tentang wacana tarif KRL naik.

oleh Arief Rahman H diperbarui 14 Jan 2022, 14:30 WIB
Pekerja menggunakan KRL saat jam pulang di Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (27/12/2021). (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta  pemerintah menunda rencana kenaikan tarif KRL atau Commuter Line dan menambah pemberian PSO. Itu karena keberadaan pandemi Covid-19 dinilai sangat berdampak terhadap masyarakat.

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan jika pihaknya telah melakukan survei berdimensi ATP WTP pada konsumen KRL pada Oktober 2021, di wilayah Jabodetabek dan Rangkasbitung.

Survei persepsi responden terhadap wacana kenaikan tarif dilakukan secara langsung tatap muka dengan responden. Jumlah responden yang disurvei sebanyak 2.000 orang, dari 20 stasiun di wilayah Jabodetabek dan Rangkasbitung, Banten.

Hasilnya ditemukan jika sebanyak 355 (17,75 persen) responden menyatakan "tarif naik wajar". Sedangkan sebanyak 175 responden (8,75 persen) menyatakan "tarif tetap", alias tidak perlu naik tarif.

"Dengan kata lain, porsi responden yang setuju kenaikan tarif lebih besar, daripada yang tidak setuju/menolak kenaikan tarif," jelas dia dalam keterangannya, Jumat (14/1/2022).

Selain itu, sebanyak 526 responden (26,3 persen) menyatakan puas dengan pelayanan sekarang, dan sebaliknya sebanyak 1.065 responden (lebih dari 50 persen) menyatakan agar PT KCI selaku pengelola KRL terus meningkatkan pelayanan

Adapun dari aspek ATP (Ability to Pay) diperoleh angka bahwa ATP penumpang utk jarak 25 km pertama sebesar Rp 4.285 (tarif eksisting Rp 3.000).

Sedangkan untuk jarak 10 km pertama, ATP penumpang sebesar Rp 1.605 (tarif sekarang Rp 2.000). Artinya aspek ATP penumpang utk jarak 10 km pertama lebih rendah drpd tarif eksisting

Sementara itu, dari aspek WTP (Willingness to Pay) diperoleh angka bahwa nilai WTP penumpang untuk 25 km pertama adalah Rp 5.156. Sedangkan untuk 10 km pertama nilai WTP-nya Rp 2.177

"Maka dari hasil analisis data, kombinasi antara aspek ATP dan WTP, rekomendasinya adalah; ada potensi bagi pemerintah untuk menaikkan tarif KRL sebesar Rp 5.000 untuk jarak 25 km saja. Sedangkan untuk jarak 10 km pertama tidak perlu dinaikkan, karena nilai ATP-nya lebih rendah dari tarif eksisting," jelas dia.

 

 


Tambah PSO

Pengguna KRL mengenakan masker saat berada di Stasiun Sudirman, Jakarta, Selasa (4/2/2020). PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) melakukan sosialisasi tentang pencegahan penyebaran virus corona sambil membagikan masker secara gratis kepada penumpang. (merdeka.com/Imam Buhori)

Selain itu, YLKI juga melakukan survei tentang dampak pandemi Covid-19. Hasilnya, diperoleh data bahwa dampak terhadap penumpang cukup dalam.

Di mana, 830 (lebih dari 40 persen) responden mengaku pendapatannya turun, pada kisaran 25 persen bahkan sampai 100 persen.

Sementara itu, ironisnya, sebanyak 414 responden (lebih dari 25 persen) mengalami kenaikan pengeluaran.

"Jika mengacu pada aspek ini, maka sebaiknya pemerintah menambah dana PSO utk PT KAI, agar tidak terjadi kenaikan tarif KRL," tegas dia.

Tulus mengatakan jika demi menjaga keberlangsungan pelayanan pada konsumen, maka penambahan biaya operasional bagi KRL mutlak diperlukan. Penambahan dana operasional dimaksud bisa atas penambahan dana PSO, atau kenaikan tarif pada konsumen. YLKI lebih memilih penambahan dana PSO. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya