Kisah 6 Jam Penyanderaan Kapal Korban Bajak Laut di Konawe

Kapal korban bajak laut yang dirompak di perairan Konawe, ternyata tak izin pihak syahbandar dan pelabuhan saat masuk di wilayah Sulawesi Tenggara.

oleh Ahmad Akbar Fua diperbarui 15 Jan 2022, 05:00 WIB
kapal yang masuk di wilayah Sultra, ternyata tak diketahui syahbandar.(Liputan6.com/dok Deny Lahundape)

Liputan6.com, Kendari - Sebuah kapal angkut minyak di perairan Morosi Konawe, dibajak, Kamis (6/1/2022). Para pelaku bersenjata tajam, menggasak barang di atas kapal SPOB Graha 21 yang parkir sekitar 1,5 nautical mile dari Dermaga PT VDNI Konawe.

Kesatuan Penjagaan laut dan Pantai (KPLP) Morosi, Syamsir saat dikonfirmasi soal legalitas administrasi kapal, mengatakan, kapal sebelumnya tak melapor kepada pihak KPLP. Hingga kapal dilaporkan dibajak dan ABK dirompak, pihaknya bahkan tak mengetahui jika ada kapal ini di wilayahnya.

"Kemungkinan kapal masuk di perairan Morosi saat akhir tahun, saya baru 3 hari menjabat sebagai KPLP di sini," ujar Syamsir.

Menurutnya, ketika kapal masuk, seharusnya sudah mengajukan izin berlabuh. Namun, dia mengatakan kapal ini tak melapor sebelumnya.

"Seharusnya, sebelum buang jangkar atau sandar di pelabuhan, mesti memberikan laporan," ujar Syamsir, Selasa (11/1/2022).

Dia mengatakan, sebagai pejabat baru, pihaknya belum mendapat laporan dari agen SBOP Graha 21 bahwa kapal akan sandar atau berlabuh di wilayahnya.

"Saya juga diberitahu orang soal perompakan di kapal itu," kata Syamsir.

Kasubdit Patroli Polairud Polda Sultra, Kompol Wahyu Adi Waluyo menyatakan, juga tak mengetahui jika kapal ini masuk di wilayah Konawe Sulawesi Tenggara. Mereka baru mengetahui setelah ABK melapor adanya kasus perompakan.

"Kami sudah memeriksa ABK," ujar Wahyu Adi.

Saat dihubungi via telepon seluler, dia merinci, kapal ini diketahui sedang menunggu pelanggan.

"Kapal saat kami periksa, kami menemukan minyak jenis solar di dalamnya. Kata mereka, dari wilayah Sulawesi Selatan, mereka saat itu sedang menunggu pelanggan," terang Wahyu Adi.

Dia mengakui, belum mau melebar ke kasus soal administrasi kapal. Pihaknya masih fokus soal perompakan. Menurutnya, soal administrasi merupakan tanggung jawab kesyahbandaran yang mesti memastikan soal identitas dan keperluan kapal masuk wilayah Sultra.

Diketahui sebelumnya, sejumlah orang dilaporkan merompak sebuah kapal di perairan Morosi, Kabupaten Konawe, Kamis (6/1/2022). Para pelaku, menggasak barang-barang pemilik kapal yang berlabuh sekitar 1,5 nautical mile dari Dermaga PT Virtue Dragon Industri.

 

Saksikan juga video pilihan berikut ini:


Kapal Disandera 6 Jam

Diketahui, perompak yang beraksi di Kapal SPOB Graha 21, naik secara diam-diam di atas kapal. Saat itu, para pelaku, langsung menyekap ABK dan menyandera mereka di sebuah ruangan. Menurut keterangan saksi-saksi, mereka disandera sejak Kamis (6/1/2022) sekitar pukul 22.00 Wita hingga Jumat (7/1/2022) sekitar pukul 03.30 Wita.

Sebelum meninggalkan kapal, mereka mengikat ABK di ruangan. Kemudian, mereka meninggalkan SPOB Graha 21 menggunakan perahu bermesin tempel.

Pihak pengelola pelabuhan Muara Sampara Morosi, Capt Redi Dasman menyatakan, tidak mengetahui tentang adanya kapal SPOB Graha 21 yang berada di wilayah perairan atau pelabuhan.

"Belum ada laporan soal kapal ini masuk pelabuhan atau buang jangkar, saya tidak tahu kalau sandar di pelabuhan atau buang jangkar," ujar Redi Dasman, dihubungi via telepon seluler, Minggu (9/1/2022).

Dia mengatakan, prosedur sebuah kapal masuk atau berada di sekitar pelabuhan, mestinya melapor kepada pihak pengelola pelabuhan Muara Sampara. Namun, hingga dia mengetahui informasi laporan adanya kapal yang dibajak, laporan belum masuk ke pihaknya.

"Mungkin agen kapal terlambat melapor atau seperti apa, namun kami tidak tahu," ujar Redi singkat.


Perairan Sultra Tidak Aman

Terkait perompakan kapal di Konawe, akademisi Universitas Halu Oleo sekaligus pemerhati hukum perairan, Dr Herman memberikan tanggapannya saat dikonfirmasi. Menurutnya, persoalan yang mesti dirumuskan pertama, harus memperhatikan posisi kapal sebagai objek perompakan.

"Kapal ini berbendera apa, jika tidak diketahui asal tujuan dan muatan, ini masalah menarik yang harus dilihat semua aparat yang terlibat menyelesaikan kasus ini," ujar Herman.

Kata dia, kapal mestinya diketahui tujuannya dan harus punya izin berlayar, kemudian rute serta muatannya. Jika tidak, maka berarti aparat yang berkaitan dengan keperluan ini, sudah kecolongan. 

"Ini penting, apalagi sebuah kapal memiliki kewajiban, ketika melewati rambu-rambu kenavigasian, dia mesti membayar sejumlah biaya kepada negara," jelasnya.

Terakhir, dia menanggapi soal perompakan. Jika perompak leluasa beraksi, berarti pihak kepolisian dan TNI Angkatan Laut mesti memperketat pengamanan wilayah perairan Sulawesi Tenggara.

"Kalau seperti itu, berarti wilayah perairan Sultra ini, dianggap sudah kurang aman, saya pikir ini PR bagi Polairud, termasuk TNI AL. Walaupun misalnya, prioritas pengamanan dalam radius tertentu misalnya, kewenangan Polairud atrau TNI AL.

Dia melanjutkan, kapal ini juga mesti diperjelas, tujuannya Konawe atau hanya daerah persinggahan. Jika tidak diketahui, maka ini bisa jadi persoalan.

"Dengan satu kasus ini, bukan soal perompakan saja, tapi bagaimana izin pelayaran juga mesti diperjelas," katanya.

Dia menyatakan, jika status kapal tidak jelas di pelabuhan, bagaimana akan melindungi kapal ini sementara mereka saja sudah melanggar hukum.

"Tetapi, kalau kapal dan ABK sebagai korban, perlu ditelusuri, sehingga kejadian seperti ini tidak terulang," dia memungkasi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya