Ciri-Ciri Anak Stres Belajar dan Cara Mengatasinya Jelang UTBK-SBMPTN

Ada tiga kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk mengatasi stres belajar yang dirasakan anak, termasuk menjelang UTBK-SBMPTN.

oleh Asnida Riani diperbarui 17 Jan 2022, 05:03 WIB
ilustrasi belajar Foto oleh Julia M Cameron dari Pexels

Liputan6.com, Jakarta - Belajar, terlebih dalam hal mempersiapkan diri menghadapi UTBK-SBMPTN, bukan pengalaman yang selalu mulus. Karena satu dan hal lain, bukan tidak mungkin anak-anak merasa stres belajar selama proses tersebut.

Psikolog anak dan remaja Vera Itabiliana Hadiwidjojo menjelaskan ciri-ciri anak stres belajar. Yang paling kentara, kata Vera, prestasinya di sekolah menurun. Kemudian, anak lebih murung dan emosional, dalam hal ini gampang marah.

"Dalam beberapa kasus, mereka malah memilih main gim daripada belajar. Artinya, mereka punya kecenderungan memilih apa yang menyenangkan untuk dilakukan saat itu," katanya dalam peluncuran program #PelatnasUTBK oleh Ruangguru, pekan lalu.

Soal apakah ada anak yang lebih rentan stres, Vera menjelaskan bahwa klasifikasi ini tidak dilihat dari apakah mereka berprestasi atau tidak di sekolah. Alih-alih, selama pengalaman praktiknya, anak-anak yang tidak mandiri dalam berpikir jadi yang lebih mudah stres.

"Anak yang selama ini selalu mudah dalam hidupnya, apa-apa tersedia, itu jadinya kurang tangguh. Kemudian, apakah si anak terbiasa punya backup plan, itu juga bisa menentukan tingkat stres," ia mengatakan.

Mengatasinya bisa dilakukan dengan memiliki manajemen stres yang sehat. Vera mengatakan, caranya adalah memenui kebutuhan dasar: tidur, makan, dan olahraga. "Kalau yang konsultasi dengan saya, biasanya terkait tiga poin ini akan ada review secara berkala. Tiga itu saja dulu yang harus dibenahi," ucapnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Tidak Hanya Anak

Ilustrasi Belajar Secara Online Credit: pexels.com/pixabay

Tidak hanya anak, manajemen stres ini direkomendasikan Vera juga dilakukan para orangtua. "Karena kalau orangtua terlalu stres, biasanya akan memberi tekanan tertentu pada anak," katanya.

Kemudian, mengendalikan stres juga tentang menentukan ekspektasi. Jadi, jika targetnya sangat melampaui kemampuan diri, kondisi ini akan menciptakan stres. Padahal, kerja otak terbaik tercatat saat relaks.

"Kalau sudah stres, belajar bagaimana pun juga bisa-bisa jadi tidak masuk," Vera menyebut.

Setelah stres bisa dikendalikan dengan lebih baik, anak harus punya tujuan. Artinya, fokus pada apa yang mau dikejar secara personal. "Jadi bukan yang penting asal masuk perguruan tinggi negeri, tapi memperhatikan apa yang diminati anak. Kalau suka, pasti akan termotivasi," tuturnya.

 


Mengembalikan Semangat Setelah Gagal

Ilustrasi belajar. (Photo by bruce mars on Unsplash)

Anak yang sebelumnya pernah gagal, termasuk dalam ujian masuk perguruan tinggi negeri, sebenarnya punya benefit, kata Vera. Pasalnya, mereka sudah mengenali situasi dan atmosfernya.

"Stres dan gugupnya sudah terlewati. Masih (gugup dan stres), tapi mereka sudah pernah mengalaminya," ucapnya.

Mengembalikan optimisme anak bisa dimulai dengan mencari tahu apa yang membuatnya sempat gagal. Di samping, harus punya rencana cadangan untuk memberi kesempatan lain pada anak.

"Jangan jadi orangtua yang seolah enggan membuka wawasan anak bahwa ada pilihan lain, karena takut mereka enggak fokus. Memberi sekian pilihan justru membuat anak-anak lebih leluasa. Karena pada akhirnya, orangtua kan mau anak-anak bahagia," tutupnya.


Infografis Uji Coba Belajar Tatap Muka Sekolah di Jakarta

Infografis Uji Coba Belajar Tatap Muka Sekolah di Jakarta. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya