Journal: Teka-Teki Sosok Pj Gubernur DKI dan Kesempatan Sempit Anies Baswedan

Masa jabatan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan berakhir pada Oktober 2022. Nantinya kekosongan jabatan dari Oktober 2022 sampai 2024 akan diisi oleh penjabat (Pj).

oleh Jonathan Pandapotan PurbaWindi Wicaksono diperbarui 17 Jan 2022, 09:16 WIB
Pj Gubernur DKI dan Langkah Anies ke Depan (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Masa jabatan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakilnya, Ahmad Riza Patria, berakhir Oktober 2022. Sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, setelah tahun 2020, pelaksanaan Pilkada akan digelar serentak secara keseluruhan pada 2024.

Nantinya, kekosongan jabatan dari Oktober 2022 sampai 2024 akan diisi oleh seorang penjabat (Pj). Seperti diketahui, DKI Jakarta merupakan salah satu dari tujuh provinsi yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada 2022.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Benny Irwan, mengatakan sampai saat ini belum menentukan sosok yang bakal menggantikan Anies. Ia menjelaskan, proses penunjukkan pengganti Anies itu baru bakal dilakukan menjelang Oktober 2022.

Untuk mengisi kekosongan kepala daerah, pemerintah pusat diberi kewenangan untuk menunjuk penjabat. Penjabat gubernur adalah pejabat pimpinan tinggi madya atau setara eselon I. Adapun penjabat bupati/wali kota adalah pejabat pimpinan tinggi Pratama atau setara eselon II.

Hal itu tercantum dalam Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada pada Pasal 201 ayat 8, 9 dan 10. Berdasarkan UU tersebut, pengangkatan pejabat daerah tingkat gubernur akan dipilih presiden, sementara penjabat tingkat kabupaten kota akan dipilih oleh gubernur.

(Liputan6.com / Abdillah)

Nama yang ramai disebut-sebut akan jadi pengganti Anies adalah Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres), Heru Budi Hartono. Nama terakhir bukan orang baru di dunia birokrasi. Ia pernah menjabat sebagai Kepala Biro Kepala Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri DKI, hingga menjadi Walikota Jakarta Utara.

Heru sendiri merasa ada beberapa kandidat lain yang mungkin lebih cocok menjadi Pj Gubernur Jakarta ketimbang dirinya. Misalnya pejabat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). "Tentunya banyak calon calon yang mungkin lebih pantas, biasanya dari pejabat Kementerian Dalam Negeri," kata Heru.

Dia tak mau menanggapi lebih jauh terkait beberapa pihak yang mendukungnya menjadi Penjabat Gubernur DKI. Heru mengatakan, masa jabatan Anies sebagai masih lama. "Masa jabatan Gubernur DKI masih akhir tahun 2022, dan masih lama," ucapnya.


Mekanisme dan Aturan

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian (Liputan6.com / Nefri Inge)

Dalam Pasal 201 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, disebutkan bahwa pemerintah pusat mengangkat penjabat kepala daerah. Penjabat Gubernur berasal dari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjabat di jabatan pimpinan tinggi madya atau setara eselon I.

Sementara Pasal 19 ayat 1 huruf b UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang dimaksud dengan jabatan pimpinan tinggi madya antara lain, sekretaris jenderal kementerian, sekretaris kementerian, sekretaris utama, sekretaris jenderal kesekretariatan lembaga negara, sekretaris jenderal lembaga nonstruktural, direktur jenderal, deputi, inspektur jenderal, inspektur utama, kepala badan, staf ahli menteri, kepala sekretariat presiden, kepala sekretariat wakil presiden, sekretaris militer presiden, kepala sekretariat dewan pertimbangan presiden, sekretaris daerah provinsi, dan jabatan lain yang setara.

Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Tito Karnavian selaku Menteri Dalam Negeri bakal mengajukan para kandidat kepala daerah kepada Presiden Joko Widodo. Baru kemudian Presiden Jokowi yang menentukan siapa sosok yang akan menjabat sebagai gubernur atau kepala daerah pada periode 2022 sampai 2024, di mana kepala daerah terpilih hasil pilkada telah ditetapkan secara serentak.

Namun, belakangan muncul opsi mengenai peluang penjabat gubernur dari unsur TNI dan Polri. Apalagi di pemerintahan Presiden Jokowi, hal itu bukan sesuatu yang baru. Terdapat dua jenderal polisi aktif yang ditunjuk sebagai penjabat daerah yakni Komjen (purn) M. Iriawan dan Irjen (purn) Martuani Sormin pada 2018.

Kala itu, Iriawan menjabat sebagai Plt. Gubernur Jawa Barat, sedangkan Martuani ditunjuk untuk menduduki kursi Plt. Gubernur Sumatera Utara. Lalu, pada 2016, Irjen. Pol. (Purn.) Carlo Brix Tewu, didapuk sebagai Pjs Gubernur Sulawesi Barat. Dari pihak TNI, ada Mayjen Soedarmo yang sempat percaya pemerintah pusat menjadi Plt. Gubernur Aceh pada 2016.

Gubernur Anies Baswedan memimpin apel siaga banjir bersama jajaran TNI, Polri, dan Pemprov DKI Jakarta. (Dok Humas Polda Metro Jaya)

Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, berpendapat, bahwa Undang-Undang menyebut TNI-Polri sebenarnya tidak boleh menduduki posisi pada jabatan non-dinasnya. Tapi, hal tersebut dikecualikan bagi mereka yang telah dialihkan menjadi pejabat sipil.

"Itu jelas kok dalam Undang-Undang TNI-Polri. Jadi mereka tidak bisa bekerja di luar dinas itu kecuali kalau telah beralih status menjadi aparatur sipil. Kalau dalam jabatan-jabatan yang dalam sifatnya berkaitan dengan militer, kepolisian, mereka tidak perlu beralih menjadi sipil," terang Margarito kepada Liputan6.com.

"Di luar jabatan-jabatan itu mereka harus beralih dari dinasnya, militer atau kepolisian menjadi sipil, aparatur sipil, barulah mereka dapat memangku jabatan-jabatan itu," dia menambahkan.

Dia menegaskan, ada jabatan-jabatan tertentu yang bisa diemban perwira tinggi TNI-Polri tanpa melepaskan statusnya. Jabatan tersebut seperti pada Kemenkopolhukam, BIN, BSSN, BNPT, dan BNPB. Selain jabatan itu, seperti penjabat kepala daerah, harus berasal dari aparatur sipil. Ia pun yakin Mendagri Tito Karnavian mengetahui aturan tersebut.


Pemilihan Pj Harus Transparan

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (Liputan6.com/HO/HIPMI)

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, mengatakan, pemerintah perlu menggelar fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan dalam memilih penjabat kepala daerah sebagai pengganti Anies.

Uji kelayakan dan kepatutan dibutuhkan untuk memastikan integritas dan rekam jejak calon. Apalagi penjabat kepala daerah mempunyai kewenangan yang sama dengan pejabat definitif yang digantikannya.

"Harusnya ada fit and proper test dulu. Jadi orang itu mengetahui tidak tentang Jakarta. Kalau cuma asal tunjuk, bisa tidak paham soal Jakarta. Dulu ketika Ahok ikut Pilkada, Plt-nya kan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri (Sumarsono). Kalau calonnya menguasai Jakarta sih tidak masalah, tapi kalau tidak, itu yang repot," kata Trubus kepada Liputan6.com.

Trubus mengatakan, dalam proses penunjukkan penjabat, transparansi penunjukkan, visi, kapasitas, dan latar belakang orang yang ditunjuk sangat penting. Tidak semata-mata yang bersangkutan pejabat tinggi di Kemendagri.

"Dia harus orang yang sudah paham dengan pembangunan Jakarta, karena Jakarta ini Ibukota, daerah khusus. Idealnya orang yang punya kompetensi, kapasitas dan pengetahuan yang cukup tentang DKI."

Intervensi Politik

Hanya saja, kata Trubus, bisa saja terjadi intervensi politik dalam penunjukan. Sebab, posisi penjabat kepala daerah di Jakarta sangat seksi. "Jangka waktunya lama, dua tahun. Anggaran Jakarta juga besar. Jadi, bisa terjadi intervensi. Makanya diharapkan ada fit and proper test. Jadi dipilih orang yang punya track record baik."

Menurut Trubus, orang yang dipilih harus punya wibawa untuk mengatur semua kepala dinas. Sebab, bisa saja penjabat kepala daerah tersebut dibohongi. Bukan tidak mungkin juga orang yang dipilih nantinya dari militer.

"Kalau di Jakarta diambil dari militer, yang penting orangnya punya track record baik. Mampu menggerakan semua dinas, kejar target pembangunan, dll. Jadi butuh orang yang bertangan dingin. Harus bisa juga bekerja sama juga dengan DPRD," ucapnya.


Kesempatan Anies

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. (Liputan6.com/Ika Defianti)

Masa "menganggur" usai habis masa jabatan Gubernur DKI sampai Pemilu dan Pilkada 2024, diyakini memengaruhi popularitas dan elektabilitas Anies, yang disebut-sebut berpotensi ikut Pemilihan Presiden (Pilpres) mendatang. Dengan tak lagi menjabat sebagai gubernur, aspek pemberitaan sangat mungkin berkurang.

Oleh karena itu, Anies perlu terus-menerus menjadi pusat perhatian dan sumber pemberitaan, dengan melakukan aktivitas politik atau kegiatan lainnya. Hal tersebut demi mengelola dan mempertahankan elektabilitas dan popularitasnya.

Proses pendaftaran calon presiden dan wakil presiden 2024 sendiri dilakukan sekitar Juni 2023. Saat ini, elektabilitas dan popularitas Anies Baswedan cukup tinggi untuk bertarung dalam Pilpres 2024. Lalu, bagaimana nanti upaya Anies Baswedan untuk menjaga momentum tersebut setelah dia tidak lagi menjabat sebagai Gubernur DKI.

Kepala Departemen Politik dan Sosial CSIS (Centre for Strategic and International Studies), Arya Fernandes, menilai, ada jeda sekitar delapan bulan dari saat Anies tidak lagi menjabat Gubernur DKI hingga ke proses pendaftaran capres. Menurut Arya, waktu delapan bulan itu bisa dimanfaatkan Anies untuk melakukan safari-safari politik.

"Kunjungan-kunjungan kepada masyarakat pada daerah-daerah atau provinsi-provinsi di mana menurut sejumlah hasil survei, posisi dia masih lemah dibanding kandidat lain. Misalnya, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan beberapa provinsi lainnya di Indonesia bagian timur," ujar Arya Fernandes kepada Liputan6.com.

Momentum Pas

Malah, waktu delapan bulan itu bisa menjadi momentum yang pas bagi Anies untuk melakukan aktivitas-aktivitas politik, yang mungkin sulit dilakukan kandidat-kandidat capres dan cawapres lainnya yang masih menjadi kepala daerah atau menteri. Anies pun dapat melakukan komunikasi kepada partai politik.

Sebab, sebagai kepala daerah non-partai, Anies membutuhkan lobi-lobi politik dengan sejumlah partai politik untuk memenuhi ambang batas pencalonan yang mencapai sekitar 20 persen. Anies dan tim suksesnya juga dapat melakukan proses identifikasi pemilih, targeting pemilih, serta membangun narasi-narasi politik, terutama pada kelompok-kelompok pemilih baru.

Arya berpendapat, waktu delapan bulan bisa cukup efektif untuk Anies membangun basis politik yang loyal. Terlebih, dari sisi popularitas, mantan rektor Universitas Paramadina ini angkanya cukup tinggi, yakni di atas 80 persen.

"Namun, memang masih ada PR untuk meningkatkan keterpilihan pada daerah-daerah yang memang bukan menjadi basis politik Pak Anies, terutama di daerah kompetitor beliau, Pak Ganjar (Pranowo), yang cukup kuat di Jawa Tengah. Saya kira menjelang masa pendaftaran, hal-hal tersebut bisa dilakukan dengan baik oleh Pak Anies," tuturnya.

 


Modal Anies

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meninjau proses pemasangan rangka atap dari Jakarta International Stadium (JIS). Nantinya JIS bisa dimanfaatkan sebagai tempat berbagai perhelatan (multi-purpose venue), seperti eksibisi dan konser musik. (Foto: Dok Humas Pemprov DKI Jakarta)

Anies sendiri punya cukup modal. Hampir lima tahun memimpin, ada beberapa proyek besar yang dikerjakan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia tersebut.

Salah satunya adalah Formula E. FIA World Motor Sport Council secara resmi telah menetapkan Jakarta sebagai tuan rumah balap Formula E 2022. Rencananya ajang ini akan digelar di kawasan Ancol, Jakarta Utara.

Selain itu, legacy Anies yang juga berkaitan dengan olahraga adalah pembangunan Jakarta International Stadium (JIS). Saat ini, proyek pembangunan stadion sudah hampir selesai, atau mencapai 93,85 persen. Rencananya soft launching JIS akan dilakukan pada Februari 2022.

Ini akan menjadi stadion canggih dan megah serta tentu, sesuai namanya, berkelas internasional. Nantinya, stadion berkapasitas 82 ribu penonton ini, tidak hanya bisa digunakan ajang olahraga, utamanya sepak bola, melainkan juga untuk event besar lainnya seperti exhibition maupun konser musik.

Satu lagi peninggalan Anies yang dekat dengan masyarakat dan kebudayaan Jakarta adalah Revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM). Bahkan, bukan hanya untuk Jakarta atau Indonesia , Anies berharap TIM bisa menjadi pusat kebudayaan di Asia bahkan dunia.

(Liputan6.com / Abdillah)

Namun begitu, kinerja Anies tetap tak luput dari kritik. Salah satunya datang dari Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta.

Menurut Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono, ada beberapa program Anies yang dianggap tidak maksimal. "Sebut saja normalisasi sungai, rumah DP nol rupiah, dan OK-OCE. Tiga hal itu realisasinya jalan di tempat tahun ini," ujarnya, beberapa waktu lalu.

Gembong menjelaskan, normalisasi untuk pencegahan banjir di Ibu Kota belum pernah dikerjakan sejak tahun 2018. Namun Pemprov DKI justru melaksanakan program sumur resapan yang menghabiskan anggaran hingga Rp 411 miliar.

Dia menyatakan, pembangunan sumur resapan tidak memperhatikan sejumlah aspek. Kemudian mengenai rumah DP nol rupiah hanya terealisasi sebanyak 967 unit pada tahun 2021.

Lalu untuk program Oke-Oce pada tahun 2021 baru 6.000 dari 281.812 UMKM yang berhasil mendapatkan akses permodalan.


INFOGRAFIS

7 Gubernur yang habis masa jabatan pada 2022 (Liputan6.com / Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya