Liputan6.com, Polewali Mandar - Bukan rahasia lagi sampah menjadi problem yang serius di kota-kota besar maupun daerah. Hal itu sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan konsumsi plastik oleh warga yang terus meningkat dari masa ke masa.
Sebut saja salah satu daerah, yakni Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Di sana, perkembangan manajemen sampah, tidak sebanding dengan laju timbunan sampah yang membuat situasi dan kondisi di daerah tersebut menjadi darurat sampah.
Baca Juga
Advertisement
Sedikitnya ada enam masalah dari hulu ke hilir menjadi bukti potret buruk tata kelola persampahan yang diprakarsai oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan hingga UPTD TPA Binuang di Polman. Padahal kabupaten itu memiliki julukan Polman Berhias yang merupakan akronim dari bersih, rapih, indah, aman dan asri.
Pertama, belum adanya tindakan prioritas yang saling memperkuat memerangi sampah pada skala lingkungan desa, kecamatan hingga perbatasan wilayah. Kedua, belum adanya inisiatif pengomposan tingkat masyarakat desa yang dimulai dari rumah tangga.
Ketiga, tidak optimalnya kampanye sanitasi dimulai pada tingkat rumah tangga, khususnya di pedesaan terkait pemahaman masyarakat tentang sampah, sehat perilaku dan mengurangi praktik membuang sampah pada sembarang tempat. Keempat, belum optimalnya upaya pencegahan sampah yang dimulai dari sumbernya dengan mempertimbangkan pengurangan barang-barang berbahan plastik.
Kelima, belum adanya peran aktif masyarakat secara berkelanjutan terhadap upaya pemantauan dan pengelolaan sampah secara sistematis. Keenam, tidak adanya pengolahan air lindi yang ditangani secara baik.
Pengolahan Air Lindi
Sesuai pantauan Liputan6.com, air lindi yang berasal dari TPA Binuang tidak dikelola secara baik. Malah cenderung dibiarkan begitu saja dari tahun ke tahun.
Tak ayal air lindi pun mencemari lingkungan seperti media pertanian (sawah), dan merusak kualitas tanaman padi warga setempat. Sebagian air lindi di TPA Binuang terinfiltrasi kedalam tanah, dan mencemari air tanah dan air permukaan sumur tanah warga.
Padahal air lindi yang dihasilkan dari sampah domestik di TPA Binuang, mempunyai karakteristik kandungan bahan organik yang tinggi. Dapat diproses menjadi gas bio, pupuk cair atau startermikroba. Dan dimanfaatkan sebagai pupuk organik karena mengandung berbagai macam bahan organik seperti nitrat, mineral dan mikroorganisme.
Tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa UPTD TPA Binuang, di Polman hanya menampung air lindi di kolam, lalu selebihnya terbuang ke media lingkungan, tanpa adanya sistem pengolahan yang baik.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Provinsi Sulbar, Aco Takdir mengatakan, peran aktif masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup sangat penting. Olehnya itu diperlukan adanya cara agar masyarakat mau dan mampu berperan aktif atau bahkan mampu menggerakkan masyarakat lain.
"Selain peningkatan kapasitas lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat terus menerus dikembangkan, jumlah komunitas atau lembaga masyarakat peduli lingkungan juga perlu ditingkatkan. Dan memang harus diakui bahwa Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Polman melalui UPTD TPA Binuang lemah dan tidak optimal mengelola limbah domestik atau sampah, hingga air lindi yang mencemari media lingkungan, termasuk tertib administrasi penyusunan dokumen pengelolaan lingkungan hidup terkait tata kelola dan kebijakan persampahan,"kata Aco Takdir kepada Liputan6.com usai sosialisasi hasil kajian indeks risiko TPA Binuang.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Advertisement