LPSK Sebut Sepanjang 2021 Ada 288 Anak Minta Perlindungan

Edwin Partogi Pasaribu menyampaikan, sepanjang tahun 2021 terdapat 288 korban anak yang mengajukan permohonan ke pihaknya.

oleh Yopi Makdori diperbarui 16 Jan 2022, 14:58 WIB
Petugas melayani aduan melalui hotline 148 di gedung Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Jakarta, Kamis (6/9). Saluran "148" bisa dimanfaatkan untuk mengajukan permohonan perlindungan atau sekadar berkonsultasi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu menyampaikan, sepanjang tahun 2021 terdapat 288 korban anak yang mengajukan permohonan ke pihaknya.

Di mana 65,7 persen di antaranya merupakan korban kekerasan seksual, atau sebanyak 25 korban anak mengalami kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.

"Pada dua tahun terakhir, LPSK mencatat sebanyak 107 permohonan terkait dugaan tindak pidana di lingkungan pendidikan yang berasal dari korban, pelapor maupun saksi. Sebanyak 63 persennya merupakan kasus kekerasan seksual, sementara 37 persen sisanya adalah kasus penganiayaan" kata Edwin dalam keterangannya dikutip pada Minggu (16/1/2022).

Meski demikian, dia menuturkan, kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikna merupakan fenomena gunung es, yang sebenarnya diyakini lebih besar jumlahnya daripada yang dilaporkan ke LPSK.

Di lain sisi, pihaknya mengapresiasi terhadap Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi.

Namun begitu, LPSK menilai masih banyak pekerjaan rumah dalam dunia pendidikan yang harus ditangani secara serius, seperti misalnya kasus perundungan, kekerasan dan munculnya bibit intoleransi di lingkungan pendidikan.

 


Perpanjang Kerja Sama

Sementara itu, Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan bahwa dalam waktu dekat LPSK dan Kemendikbudristek akan memperpanjang Nota Kesepahaman atau Perjanjian Kerja Sama yang akan habis masa berlakunya.

Dia menyatakan, dalam pokok-pokok kerja sama yang baru, akan dimasukan beberapa poin tambahan yang dinilai perlu untuk memperkuat kerja-kerja perlindungan saksi dan/atau korban tindak pidana di lingkungan pendidikan.

"Misalnya terkait pengembangan psikososial dalam ranah pendidikan, saat ini cukup banyak permohonan untuk mendapatkan rehabilitasi psikososial dari korban yang berusia sekolah, seperti permintaan relokasi sekolah atau pemenuhan hak untuk korban berkebutuhan khusus," kata Hasto.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya