Jokowi Minta Kasus Proyek Satelit Kemhan Dibawa ke Peradilan Pidana

Mahfud juga menyebut bahwa Menhan Prabowo Subianto dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa juga mendukung pengusutan kasus proyek satelit Kemhan.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 16 Jan 2022, 15:57 WIB
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan sekaligus Ketua Dewan Pengarah Satgas BLBI Mahfud MD saat konferensi pers.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md menyebut Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta agar kasus satelit Slot Orbit 123 Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2015 dibawa ke ranah pidana. Terlebih, kasus ini merugikan negara ratusan miliar rupiah.

"Presiden juga meminta agar segera dibawa ke ranah peradilan pidana. Menkominfo (Menteri Komunikasi dan Informatika) setuju, Menkeu (Menteri Keuangan) bersemangat," jelas Mahfud dikutip dari akun instagramnya @mohmahfudmd, Minggu (16/1/2022).

Menurut dia, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa juga mendukung pengusutan kasus ini. Prabowo dan Andika menekankan tidak ada pengistimewaan bagi siapapun yang melakukan tindak pidana korupsi.

"Menhan Prabowo dan Panglima TNI Andika juga tegas mengatakan bahwa ini harus dipidanakan. Bahkan Menhan dan Panglima TNI tegas mengatakan tidak boleh ada pengistimewaan kepada korupsi dari institusi apa pun, semua harus tunduk pada hukum," katanya.

Mahfud Md juga menuturkan Jaksa Agung ST Burhanuddin memastikan siap untuk mengusut kasus ini. Dia pun mengajak masyarakat mengawal pengusutan kasus satelit Slot Orbit 123.

"Jadi, mari bersama-sama kita cermati dengan seksama pengusutan kasus ini," ucap dia.

 


Penyelewengan Pengelolaan Satelit Negara Dirugikan Rp 800 Miliar

Sebelumnya, Mahfud mengungkapkan adanya dugaan penyalahgunaan penyelewengan dalam pengelolaan satelit yang merupakan proyek Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015. Hal ini, kata dia, membuat negara diharuskan membayar kerugian dengan jumlah lebih dari Rp 800 milar.

Adapun kontrak tersebut mencakup PT Avanti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Level, dan Telesat dalam kurun 2015 sampai 2016. Mahfud menyebut kontrak tersebut dilakukan Kemhan untuk membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).

Menurut dia, nilai kontrak untuk membangun proyek tersebut sangat besar dan belum masuk di APBN 2015 saat itu.

Kemudian, PT Avanti menggugat pemerintah Indonesia melalui London Court Internasional Arbitration karena Kemhan tak kunjung membayar sewa satelit sesuai nilai kontrak yang sudah diteken.

Selanjutnya, pengadilan arbitrase Inggris memutuskan bahwa pemerintah harus membayar sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling satelit. Total yang harus dibayar pemerintah sebesar Rp 515 miliar.

Tak hanya itu, pemerintah juga diharuskan membayar USD 20.901.2019 atau sekitar Rp 304 miliar kepada pihak Navayo. Pemerintah juga berpotensi ditagih lagi oleh Airbus, Detente, Hogal Level, dan Telesat.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya