Hacker Korea Utara Gasak Kripto Rp 5,7 Triliun Diduga untuk Danai Nuklir

Hacker Korea Utara diduga menggasak Rp 5,7 triliun cryptocurrency sepanjang 2021 guna mendanai program nuklir.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 17 Jan 2022, 06:30 WIB
Ilustrasi: hacker Korea Utara (foto: dailybeast)

Liputan6.com, Jakarta - Hacker Korea Utara menggasak aset digital dengan nilai lebih dari USD 400 juta (setara Rp 5,7 triliun) dalam tujuh serangan di platform cryptocurrency sepanjang 2021.

Perusahaan analisis blockchain Chainalysis menyebut, Korea Utara menargetkan perusahaan investasi dan bursa terpusat.

"Begitu Korea Utara mendapatkan hak atas dana tersebut, mereka memulai proses pencucian yang hati-hati untuk menutupi kejahatannya, kemudian menguangkannya," kata Chainalysis.

Sebuah panel PBB yang memantau Korea Utara menuding pemerintah negara ini memakai dana curian uang kripto untuk mendukung program nuklir dan rudal balistik sebagai cara untuk menghindari sanksi internasional.

Meski begitu, negara ini selalu membantah pihaknya terlibat dalam serangan peretasan yang dikaitkan dengan mereka.

"Dari 2020 hingga 2021, jumlah peretasan yang terkait dengan Korea Utara melonjak dari empat menjadi tujuh serangan dengan nilai ekstraksi dari peretasan ini tumbuh 40 persen," kata Chainalysis dalam sebuah laporan.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Berbagai Strategi Hacker

Dua aktivis berpose dengan rudal tiruan dengan memakai topeng Presiden AS, Donald Trump dan Pemimpin Korut, Kim Jon-un di Kedubes Korea Utara di Berlin, Jerman (13/9). Mereka menutut penghapusan senjata nuklir. (AFP Photo/dpa/Britta Pedersen/Germany Out)

Disebutkan, para peretas menggunakan sejumlah teknik dalam melancarkan aksinya, mulai dari phishing, eksploitasi kode, dan malware untuk menyedot dana dari organisasi dan memindahkannya ke alamat yang dikendalikan Korea Utara.

Sekadar informasi, dompet panas cryptocurrency terhubung ke internet dan jaringan cryptocurrency sehingga rentan terhadap peretasan.

Dompet semacam ini digunakan untuk mengirim dan menerima cryptocurrency sehingga memungkinkan pengguna untuk melihat berapa banyak token yang dimiliki.

Banyak ahli merekomendasikan untuk memindahkan sejumlah besar cryptocurrency yang tidak diperlukan dalam transaksi sehari-hari ke dompet "digin", yang tidak terhubung ke internet luas.


Dilakukan Lazarus Group

Chainalysis menyebut, serangan terbanyak dilakukan oleh kelompok hacker Lazarus Group yang kini dikenai sanksi oleh AS. Kelompok ini diduga kuat berada di bawah kendali biro intelijen utama Korea Utara, Biro Umum Pengintaian.

Sebelumnya Lazarus Group dituding telah terlibat dalam serangan ransomware WannaCry, peretasan bank internasional dan rekening pelanggan, serta serangan siber terhadap Sony Pictures pada 2014.

Sebelumnya pada Februari lalu, AS menuding tiga programmer Korea Utara melakukan peretasan besar-besaran yang bertujuan mencuri lebih dari USD 1,3 miliar uang dan mata uang kripto.

Serangan ini menarget ke banyak industri, dari bank hingga studio film Hollywood.

(Tin/Isk)


Infografis Tentang Nuklir Korea Utara

AS meradang Korut terus bikin senjata nuklir (abdillah/liputan6,com)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya