Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menyoroti, panas bumi merupakan energi baru terbarukan (EBT) utama yang paling potensial, yakni untuk mengakomodasi tujuan kebijakan transisi energi menuju pembangunan berkelanjutan dan ekonomi bebas emisi.
Selain pembangkit listrik tenaga air (PLTA), Komaidi menyebut, panas bumi sejauh ini merupakan kontributor terbesar dalam porsi penggunaan EBT dalam bauran energi nasional.
Advertisement
Menurut dia, pengembangan panas bumi sangat patut menjadi prioritas nasional dalam menyongsong pelaksanaan transisi energi. Tapi realitanya, Indonesia belum banyak memanfaatkan energi panas bumi.
"Indonesia memiliki 25 GW potensi panas bumi, namun saat ini baru 3 GW (12 persen) menjadi cadangan terbukti dan 2,13 GW (8 persen) kapasitas terpasang," terang Komaidi, Senin (17/1/2022).
Perkembangan cadangan terbukti yang masih relatif rendah tersebut mengindikasikan eksplorasi panas bumi di Indonesia masih cukup berisiko. Salah satu risikonya, eksplorasi panas bumi di Indonesia memerlukan waktu 7-10 tahun.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Eksplorasi Panas Bumi
Selain itu, porsi biaya eksplorasi panas bumi sekitar 24 persen terhadap total investasi untuk memproduksikan listrik panas bumi.
"jumlah lembaga keuangan yang bersedia memberikan pinjaman pada tahapan eksplorasi masih terbatas," ujar Komaidi.
Advertisement