Liputan6.com, Jakarta - Departemen Luar Negeri (Deplu) AS merilis laporan studi Limits in the Seas atau Batas-Batas di Laut terkait klaim maritim RRC (Republik Rakyat China) di Laut China Selatan pada 12 Januari 2022. Hasilnya menyimpulkan bahwa ada pelanggaran.
Menurut laporan dari kantor Juru Bicara Departmen Luar Negeri AS yang dibagikan Kedutaan Besar AS di Jakarta, dikutip Senin (14/1/2022), studi Batas-Batas di Laut yang dilakukan Deplu AS adalah rangkaian panjang studi hukum dan teknis untuk meneliti klaim dan batas maritim nasional serta mengkaji konsistensinya dengan hukum internasional.
Advertisement
Studi terbaru ini, Seri Batas-Batas di Laut yang ke-150, menyimpulkan bahwa RRC memiliki klaim maritim yang melanggar hukum di sebagian wilayah Laut China Selatan, termasuk klaim hak wilayah historis yang melanggar hukum.
Studi ini didasarkan pada analisis Departemen di tahun 2014 tentang klaim ambigu RRC tentang "garis putus-putus" di Laut China Selatan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Klaim Sejak 2014
Sejak 2014, RRC terus menegaskan klaim atas wilayah Laut China Selatan yang luas serta apa yang disebut RRC sebagai "perairan internal" dan "kepulauan terluar", yang seluruhnya tidak sesuai dengan hukum internasional sebagaimana tercantum dalam Konvensi Hukum Laut 1982.
Dengan dirilisnya studi terbaru ini, Amerika Serikat kembali menyerukan kepada RRC untuk menyesuaikan klaim maritim-nya dengan hukum internasional yang termaktub dalam Konvensi Hukum Laut, untuk mematuhi keputusan majelis arbitrase dalam putusannya tanggal 12 Juli, 2016 tentang Arbitrase Laut China Selatan, dan menghentikan kegiatan yang melanggar hukum dan memaksa di Laut China Selatan.
Advertisement