Ketika Pencuri Kabel Dibakar Massa

Dua pencuri kabel di Desa Getas, Kecamatan Singorojo, Kendal, Jawa Tengah, dibakar massa. Warga geram dengan ulah mereka yang kerap membuat listrik padam hingga berjam-jam.

oleh Liputan6 diperbarui 27 Jan 2003, 22:18 WIB
Liputan6.com, Kendal: Sorak sorai menggema dari sebuah kawasan perbukitan di wilayah Desa Getas, Kecamatan Singorojo, Kendal, Jawa Tengah, awal Januari silam. Suara itu berasal dari puluhan warga setempat yang tengah berada di sana. Tak jelas betul apa yang terlontar dari mulut warga. Yang pasti, sambil berteriak, warga terus menggiring dua pemuda ke sebuah lapangan di Dusun Mambang.

Mereka terus berjalan menuruni bukit. Suasana ramai dan memancing warga lainnya yang berada di dalam rumah untuk keluar. Mereka bergabung buat mencari tahu apa gerangan yang membuat keributan. Belakangan diketahui bahwa dua pemuda itu adalah pencuri kabel. Keduanya tertangkap basah tengah mencuri kabel listrik milik perusahaan listrik negara. Warga yang lebih dulu maupun yang baru bergabung kontan menghadiahi dua pemuda itu dengan bogem mentah. Mereka geram dengan ulah dua lelaki yang kerap mengakibatkan aliran setrum di Desa Getas dan sekitarnya padam hingga berjam-jam itu.

Pukulan, sabetan benda tajam, dan lemparan batu terus menghujani keduanya. Warga nampaknya betul-betul sudah kerasukan setan. Seolah belum selesai "eksekusi" tersebut diterapkan buat kedua pemuda itu, seorang di antara warga ada yang meneriakkan: "bakar." Seperti dikomando, sejumlah warga langsung menyiram pencuri kabel itu dengan bensin. Sebuah sepeda motor yang diduga milik korban pun tak luput dari aksi itu [baca: Puluhan Pembakar Pencuri Kabel Diciduk].

Adegan selanjutnya sudah bisa diduga. Warga membakar dua pemuda yang sudah tak berdaya itu. Keduanya langsung tewas dengan tubuh hangus terbakar. Seiring dengan itu, warga berangsur-angsur meninggalkan tempat kejadian. Keramaian pun hilang.

Berselang tiga jam, anggota kepolisian setempat tiba di lokasi kejadian. Mereka datang menyusul laporan seorang staf Desa Getas tentang aksi pembakaran tersebut. Di sana, polisi hanya menemukan dua mayat yang hangus terbakar. Kedua mayat itu langsung dievakuasi. Polisi juga segera menyelidiki kasus tersebut.

Informasi yang didapat di TKP menyebutkan delapan nama penduduk Desa Getas yang diduga kuat mengetahui aksi main hakim sendiri itu. Sayang, mereka bungkam dan enggan memberikan keterangan. Akhirnya, jajaran Kepolisian Resor Kendal bekerja sama dengan perangkat Desa Getas untuk mengumpulkan seluruh penduduk di balai desa. Di tempat itu, polisi memberikan penyuluhan tentang perbuatan main hakim sendiri yang tidak dibenarkan secara hukum.

Kepala KBO Reserse Polres Kendal Inspektur Satu Polisi Didik Novirahmanto mengatakan, dari balai desa, pihaknya menggiring 272 warga ke Markas Polres Kendal untuk dimintai keterangan. Setelah diperiksa secara maraton, polisi kemudian menetapkan 32 tersangka. Pada waktu bersamaan, polisi juga berupaya mengungkap identitas korban. Dua pemuda nahas itu kemudian diketahui bernama Tusiman bin Muji dan Wahyudi bin Jumadi. Keduanya warga Desa Cangkiran, Kecamatan Mijen, Kendal.

Ke-32 tersangka kasus penganiayaan dan pembakaran itu kemudian dijebloskan ke sel Polres Kendal. Di hadapan penyidik, para tersangka mengakui telah memukul dan membakar Tusiman dan Wahyudi. Namun, menurut mereka, aksi tersebut berlangsung tanpa direncanakan alias spontan. Mereka mengaku langsung mendatangi Dusun Mambang saat mengetahui pencuri kabel tertangkap. Sayang, para tersangka tak bisa memastikan orang yang pertama kali memukul dan membakar.

Seorang tersangka bernama Gianto menuturkan, dirinya tak tahu apa-apa saat kejadian berlangsung. Yang dia tahu, banyak orang berkumpul di Dusun Mambang dan semuanya memukul korban. "Massa di sana itu banyak. Nggak tahu korban itu siapa dan darimana nggak tahu karena gelap," kata dia.

Lain lagi keterangan Nurhaimin. Warga Desa Getas yang juga ditetapkan sebagai tersangka ini mengaku baru tiba di lokasi ketika korban sudah dibakar. "Dari Mambang ada teriakan maling langsung saya lari ke sana. Tapi saat saya datang sudah terbakar," kata Nurhaimin. Keterangan serupa juga terlontar dari mulut Mui, tersangka lainnya. "Saya hanya melihat. Baunya sudah nggak enak," ujar Mui.

Menurut para tersangka, penganiayaan dan pembakaran tersebut terjadi karena mereka kesal dengan seringnya listrik padam. Usut punya usut, ternyata hal itu disebabkan banyak kabel PLN yang hilang. Maka diintailah pelakunya sampai Wahyu dan Tukisman tertangkap basah tengah beraksi. "Saya kesal lampu sering mati, bayarnya banyak. Tapi kabelnya dicolongi gitu," kata Gianto.

Dari hasil penyidikan terhadap para tersangka, barang bukti, dan saksi, polisi mengelompokkan para tersangka ke dalam tiga kelompok. Grup pertama adalah mereka yang memprovokasi massa agar datang dan memukuli korban. Kedua, mereka yang membantai. Terakhir adalah warga yang membakar korban. Berdasarkan klasifikasi tersebut, polisi juga akan mengenakan pasal yang beragam, tergantung keterlibatan tersangka pada masing-masing kelompok.

"Sementara ini mereka bisa kita kenakan Pasal 170 Ayat 3 e juncto Pasal 351 Ayat 3 [Kitab Undang-undang Hukum Pidana] di mana secara bersama-sama melakukan tindakan kekerasan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia dan ini bisa dipenjara selama-lamanya 12 tahun," kata Wakil Kepala Polres Kendal Komisaris Polisi Agus Hardiyanto.

Agus juga mengatakan bahwa pihaknya bersama kejaksaan negeri setempat sepakat tak akan mengurangi jumlah tersangka. Sebab, ke-32 warga tersebut diduga kuat terlibat menganiaya korban hingga tewas. "Kesemuanya terlibat di dalam melakukan pembakaran ini," Wakapolres menegaskan.

Sedangkan para keluarga tersangka berharap ancaman hukuman diperingan. "Kalau keluarga sih nggak terima. Tapi saya mohon kebijaksanaan bapak-bapak agar hukuman diperingan," kata Sumarno, keluarga tersangka Ponimin. Soalnya, warga yakin, perbuatan yang dilakukan para tersangka bertujuan baik, yaitu membasmi pencuri yang selama ini meresahkan masyarakat Desa Getas. Namun demikian, keluarga tersangka menyayangkan penganiayaan dan pembakaran kedua korban. Kini, mereka mengakui yang bisa dilakukan hanyalah memberi dukungan moral dengan menjenguk tersangka di tahanan.

Lain halnya dengan keluarga korban. Saenah, ibu Tusiman mengaku kaget atas insiden yang menimpa anaknya. Dia mengaku sangat terpukul mendengar sang anak tewas secara mengenaskan. Di mata Saenah, anak keenam dari delapan bersaudara itu adalah buah hati yang baik dan tak pernah menyusahkan keluarga.

Selama ini, Saenah mengetahui bahwa Tusiman bekerja sebagat kernet truk di dekat Gedung DPRD setempat. Itulah sebabnya, dia tak yakin anaknya mencuri kabel listrik. Saenah juga mengaku jengkel bila sang anak dianiaya karena tuduhan yang belum tentu benar. Menurut Saenah, warga Desa Getas seharusnya menyerahkan Tusiman kepada polisi dan tidak main hakim sendiri. "Enggi jengkel epon serik kodingotenke ngoten boten nyolong teng tiang kampung [Saya sakit hati, kok anak saya dibegitukan orang padahal tidak mencuri di tempat orang kampung,Red]," kata Saenah.

Menurut Ketua RT setempat, Achmad Winoto, Tusiman memang kerap berbuat kriminal. Untuk itu, Tusiman sering mengajak Wahyudi, temannya. Sayang, warga setempat tak ada yang tahu ke mana gerangan mereka pergi. Dia menuturkan, empat hari sebelum kejadian, Tusiman dan Wahyudi sempat berniat menitipkan gunting kabel ke sebuah bengkel yang terletak di jalan desa. Menyaksikan itu, Achmad mengaku menasihati kedua pemuda agar tidak berbuat yang melanggar hukum.

Namun, menurut Achmad, keluarga Tusiman sering protes jika mengetahui putra mereka dinasihati. &quotWah, sampean tidak usah menasihati. Itu kan tidak mengganggu orang kampung. Orang itu ambil punya PLN," kata si Ketua RT, menirukan protes keluarga Tusiman.

Achmad mengaku tahu bahwa Tusiman sering keluar-masuk penjara. Namun, dia yakin sebenarnya pemuda itu sudah mulai berperilaku baik. Terutama ketika bekerja sebagai kernet truk. Kalaupun kembali berbuat kriminal, Achmad yakin, kemungkinan itu disebabkan Tusiman dan Wahyudi diajak orang lain. "Saya dengar yang ngajak orang Tampingan," kata Achmad.(SID/Tim Derap Hukum SCTV)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya