Ragam Atraksi Budaya dan Kain Tenun Homoru di Desa Wisata Liya Togo

Desa Wisata Liya Togo memiliki ragam atraksi budaya yang jadi daya tarik wisatawan.

oleh Putu Elmira diperbarui 18 Jan 2022, 07:01 WIB
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno tiba di Desa Wisata Liya Togo,Kecamatan Wangi-wangi Selatan Wakatobi, Sulawesi Tenggara (26/11/2021). Kemenparekraf kembali menghadirkan sentra vaksinasi Covid-19 di Wakatobi bagi pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif. (Liputan6.com/HO/Parekraf)

Liputan6.com, Jakarta - Desa Wisata Liya Togo dinobatkan sebagai juara kedua desa terbaik kategori toilet umum di ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia atau ADWI 2021. Desa wisata ini terletak di Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

Desa wisata ini menjunjung tinggi nilai-nilai budaya lokal. Kekayaan budaya ini pula yang menjadi daya tarik bagi wisatawan yang dapat menyaksikannya lewat ragam atraksi.

Dikutip dari laman Jejaring Desa Wisata Kemenparekraf, Senin, 17 Januari 2022, salah satu atraksi yang ada di desa ini adalah Honari Mosega. Ini adalah tari tradisional masyarakat Liya yang berkisah mengenai tarian berani.

Dahulu, tarian ini diatraksikan sebelum dan sesudah peran dan sebagai ungkapan dan motivasi dari semangat prajurit Liya yang akan berperang. Tarian ini dijadikan sebagai tarian pengintai musuh yang diperkirakan mulai terjadi sejak pertengahan abad XI di Pulau Oroho.

Kemudian, ada pula Posepaa sebuah atraksi atraksi saling tendang antara Yro Wawo (sebutan untuk masyarakat dari wilayah Timur lapangan Posepaa) dengan Yro Woru (sebutan untuk masyarakat dari wilayah Barat). Setelah Posepaa selesai, para pemain akan saling berjabat tangan sebagai pertanda tidak ada dendam yang tertinggal.

Desa di Wakatobijuga memiliki tarian Honari Wowine yang dimainkan oleh 4--8 remaja putri. Tarian ini sebagai tarian selamat datang menyambut keluarga yang pulang dari rantau atau tamu yang datang berkunjung ke Benteng Liya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kain Tenun

Kain Tenun Homoru atau Wuray Homoru. (Tangkapan Layar Jadesta/Desa Wisata Liya Togo)

Ada pula Hewale-walea, acara adat menyambut anak pertama dalam sebuah keluarga baru yang menandakan lengkapnya sebuah keluarga baru. Desa Wisata Liya Togo juga memiliki kerajinan Kain Tenun Homoru atau Wuray Homoru.

Kain ini ditenun langsung oleh masyarakat di sela-sela kesibukannya sebagai petani atau nelayan. Kain ini sering di sebut Wuray Ledha.

Sementara, Homoru merupakan kegiatan menenun yang dilakukan oleh ibu-ibu di sela-sela kegiatan utamanya sebagai petani dan nelayan. Untuk menyelesaikan kain sarung yang sudah siap pakai terkadang membutuhkan waktu sampai satu bulan.


Paket Kuliner

Kasuami ukuran normal yang biasa dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat Kendari, Sulawesi Tenggara. (Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Wisatawan juga dapat mencicipi kuliner khas desa ini. Sebut saja jus sampalu yang dibuat dari buah asam yang banyak berada di lingkungan Benteng Liya dicampur dengan bahan-bahan lokal lainnya dan juga sebagai minuman selamat datang khas Liya Togo.

Ada pula Liwo, paket kuliner yang disajikan dalam talam berisi aneka makanan daerah dan camilan yang dikemas dalam susunan yang ditutupi dengan Katubhangko, tudung saji khas daerah Liya. Liwo biasa disajikan untuk menjamu tamu kehormatan atau disajikan pada setiap kegiatan adat atau saat Lebaran untuk disajikan pada tamu yang berkunjung.

Tak ketinggalan, salamu, makanan yang dibuat dari daging ikan pari yang disuir-suir. Kemudian, sajian ini dimasak dengan bumbu buah belimbing dan kelapa goreng, disajikan sebagai lauk yang dimakan dengan kasuami (makanan tradisional khas Wakatobi yang terbuat dari ubi kayu atau singkong yang dihaluskan dan dikukus dan dibentuk menyerupai kerucut.


Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan

Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya