Liputan6.com, Jakarta - Brand Christian Dior sedang disorot tajam oleh para konsumennya di Korea Selatan. Mereka mengkritik label fashion asal Prancis itu atas kebijakan penjualan yang dinilai kontroversial.
Perusahaan itu kini mewajibkan konsumen mereka untuk membayar lebih produk yang sudah dipesan sebelumnya tetapi masih belum sampai ke tangan mereka. Kebijakan itu diambil menyusul kenaikan harga produk yang terjadi.
Baca Juga
Advertisement
Dikutip dari laman Korea Times, Selasa (18/1/2022), beberapa pembeli yang sedang menunggu merchandise pesanan mereka dikirimkan, menerima pemberitahuan itu. Mereka diminta untuk membatalkan proses pembayaran sebelumnya dan memesan ulang produk dengan harga baru yang dinaikkan.
Para pelanggan mengatakan mereka tidak pernah diberitahu tentang kenaikan harga atau apapun tentang ketentuan pengembalian dana sebelum mereka memesan produk tersebut. Namun, pihak Dior mengatakan bahwa kebijakan itu diambil mengikuti keputusan kantor pusat mereka.
Pelanggan hanya diberi dua piliham membatalkannya atau membayar lebih untuk pesanan mereka. Hal itu dikeluhkan para pelanggan.
"Aku benar-benar tak menyukai cara Dior memperlakukan pelanggan Korea mereka. Aku tak mengerti mengapa aku harus membayar lebih atas kenaikan harga itu, jadi aku meminta pengembalian dana," kata seorang konsumen kepada media lokal.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Skema Refund Dikritik
Bukan itu saja yang dikeluhkan konsumen. Pihak Dior memutuskan pengembalian dana yang dimaksud bukanlah dalam bentuk uang tunai, tetapi berbentuk kredit perusahaan.
Pembeli hanya bisa menggunakannya untuk membeli produk lain di toko itu. Beberapa konsumen bahkan tidak diberikan pilihan membayar ekstra untuk produk yang mereka beli, melainkan hanya menerima poin kredit karena produk yang sudah dipesan sebelumnya tidak lagi dijual di Korea Selatan.
Kebijakan yang diambil Dior tidaklah umum. Apalagi, perusahaan fesyen itu memaksakan memberlakukan kebijakan harga baru tanpa memberitahu konsumen mereka sebelum memesannya.
Hal itu berbeda dengan Chanel. Label fesyen mewah itu secara terang-terangan memberitahu pelanggan mereka bahwa mereka akan diminta membayar ekstra bila perusahaan menaikkan harga saat pesanan mereka diproses.
Advertisement
Gugatan Hukum
Situasi itu mendorong para pelanggan bersikap tegas. Komunitas fesyen online bahkan mempertimbangkan untuk mengajukan gugatan hukum atau bahkan memboikot brand tersebut.
"Dior pikir pelanggan Korea mereka orang yang lemah. Kita harus melaporkan kasus ini ke Badan Konsumen Korea," ujar salah satu warganet.
Ahli hukum juga menilai kebijakan Dior itu melanggar hukum lokal. "Biasanya, konsumen menerima produk mereka saat dibeli. Tapi, dalam kasus beberapa brand mewah, mereka cenderung meminta pembayaran dilunasi dulu, baru pesanan diproses karena barang mereka tidak ada di toko. Ini bisa dipandang sebagai tipe pra-kontrak antara brand dan konsumen mereka," kata pengacara Baek Gwang-hyeon dari firma hukum Barun.
"Dalam kasus Dior, hal itu bisa dipandang memaksakan perubahan atas kontrak yang sudah disepakati dengan konsumen sebelumnya tanpa alasan yang tepat. Hal itu bisa dinilai sebagai pelanggaran kontrak," sambung dia.
Pihak Dior cabang Korea Selatan menolak memberi penjelasan lebih lanjut. Mereka hanya menyatakan bahwa menuruti perintah dari kantor pusat mereka.
Fakta Menarik tentang Fashion
Advertisement