Liputan6.com, Jakarta Lahan yang digunakan dalam pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur (Kaltim) akan menjadi milik negara. Sehingga setiap bangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan pemerintah di Nusantara menjadi tanah milik negara.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa dalam Sidang Paripurna di DPR RI.
Advertisement
"Tanah yang digunakan untuk pembangunan Nusantara ini menjadi milik negara," kata Suharso di Jakarta, Selasa (18/1/2022).
Pengaturan atas aset negara nantinya akan menjadi tugas badan otorita ibu kota negara. Dalam hal ini juga akan melibatkan pemerintah daerah dalam hal penganggaran APBN. Lebih lanjut penanganan IKN akan diatur dalam peraturan yang dibuat pemerintah secara khusus.
Suharso menegaskan pemerintahan IKN ini sudah sesuai dengan ketentuan pasal 18 pada Undang-Undang Dasar 1945 tentang kekhususan wilayah. Dalam hal ini pemerintah daera khsuus memiliki kewenangan mengatur sekaligus melakukan pembangunan.
"Ini sejalan dan sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat b UUD 1945," kata dia.
Dia menambahkan, pemindahan IKN dari DKI Jakarta ke Kalimantan berdasarkan berbagai pertimbangan, keunggulan wilayah, dan kesejahteraan. Hal ini juga sesuai dengan visi lahirnya pusat gravitasi ekonomi baru di tengah Indonesia yakni Nusantara.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
5 Alasan
Adapun lima alasan Kalimantan Timur menjadi pusat ibu kota baru antara lain lokasi yang letaknya sangat strategis. Kalimantan Timur telah memiliki infrastruktur relatif lengkap seperti bandara, pelabuhan dan jalan yang lebih baik.
Kemudian ketersediaan infrastruktur lain seperti jaringan ketersediaan energi dan air minum yang memadai. Lokasi ibu kota baru dekat dengan dua kota penting yang sudah berkembang, yakni Balikpapan dan Samarinda. Ketersediaan lahan yang dimiliki pemerintah sangat memadai untuk pengembangan ibu kota baru dan minimnya risiko bencana alam.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement