Kepala Bappenas: Pembangunan Ibu Kota Negara Baru Tak Rugikan Anak Cucu

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Nasional Suharso Monoarfa memastikan, perencanaan pembangunan Ibu Kota Negara Baru dilakukan secara teliti.

oleh Yopi Makdori diperbarui 18 Jan 2022, 20:55 WIB
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa membacakan pandangan pemerintah terkait RUU IKN pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/1/2022). DPR mengesahkan RUU Ibu Kota Negara (IKN) menjadi Undang-Undang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Nasional Suharso Monoarfa memastikan, perencanaan pembangunan Ibu Kota Negara Baru dilakukan secara teliti. Dia menjamin pembangunan itu tidak akan merugikan generasi Indonesia selanjutnya.

"Jurus-jurusnya tentu akan berbeda dan visi bisnis pemerintah juga tentu tajam untuk ini. Kita tidak dengan serta merta akan merugikan anak cucu kita ke depan, sama sekali saja tidak. Jadi isu itu sama sekali saya berani untuk menolaknya. Jadi kita benar-benar memperhitungkannya dengan penuh telaten dan teliti," kata Suharso dalam konferensi pers usai pengesahan RUU IKN jadi undang-undang di Jakarta, Selasa (18/1/2022).

Suharso menerangkan, pemerintah akan mengadaptasi bisnis model dan finansial model sedemikian rupa dalam pembangunan Ibu Kota Negara. Hal itu dipastikan tidak akan memberatkan APBN. Menurutnya justru akan menambah aset-aset negara.

"Kalau saya dianggap nge-gasnya, Ibu Menteri Keuangan itu punya remnya. Dan remnya terukur, kami juga ngegasnya terukur," kata dia.


DPR Sahkan RUU Ibu Kota Negara Jadi Undang-Undang

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) menjadi undang-undang. RUU IKN telah disepakati dalam pengambilan keputusan tingkat II di rapat paripurna DPR RI, Selasa (18/1/2021).

Laporan RUU IKN dibacakan oleh Ketua Pansus Ahmad Doli Kurnia. Pengambilan keputusan diambil oleh Ketua DPR RI Puan Maharani.

"Kami akan menanyakan kepada setiap fraksi apakah RUU IKN dapat disetujui menjadi undang-undang?" ujar Puan.

Saat akan mengetok palu pengambilan keputusan ada yang meminta waktu untuk interupsi. Namun, Puan tidak memberikannya dan meminta interupsi dilakukan setelah pengambilan keputusan.

Kemudian Puan melanjutkan keputusan karena suara mayoritas di DPR menyetujui RUU IKN. Hanya PKS menolak RUU IKN disahkan.

"Karena dari sembilan fraksi ada satu yang tidak setuju artinya bisa kita sepakati delapan fraksi setuju artinya bisa kita setujui," ujar Puan.

Dalam proses pengambilan keputusan tingkat pertama, mayoritas fraksi di DPR RI menyetujui RUU IKN. Meski fraksi-fraksi yang setuju memberikan catatan-catatan.


PKS Menolak

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) satu-satunya yang menolak RUU IKN untuk diundangkan. PKS menilai banyak substansi yang masih perlu dibahas.

"Dengan pertimbangan di atas dan masih banyaknya substansi dan pandangan PKS belum diakomodir, maka fraksi PKS menyatakan menolak Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara ke tahap berikutnya," ujar anggota Fraksi PKS DPR RI Suryadi Jaya Purnama saat membacakan pandangan mini fraksi dalam rapat kerja Pansus RUU IKN, Selasa (18/1/2022).

PKS juga menolak RUU IKN karena pembahasan yang ngebut. Pansus dibentuk sangat cepat, pembahasannya juga sangat cepat dalam waktu terbatas. Sehingga berpotensi RUU IKN mengalami kelemahan dalam penyerapan aspirasi di masyarakat dan partisipasi publik.

"Pansus pun dibentuk dalam waktu yang amat singkat. Dengan pembahasan yang cepat, sehingga dengan waktu yang terbatas amat berpotensi mengalami kelemahan-kelemahan," ujar anggota DPR Fraksi PKS Mardani Ali Sera.

Pembahasan yang cepat ini dinilai tergesa-gesa dan tidak cermat. Maka dikhawatirkan akan berisiko. Mardani menyinggung UU Cipta Kerja yang dinilai Mahkamah Konstitusi pembentukan undang-undang tidak sesuai perundangan.

"Pembahasan yang tergesa-gesa tidak cermat terhadap substansi strategis & berdampak besar pada publik serta negara akan amat berisiko. Putusan MK belum lama ini menilai proses pembentukan UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan peraturan pembentukan perundang-perundangan. Tidak cukup jadi pembelajaran?" kata Mardani.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya