Liputan6.com, Jakarta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Nasional Suharso Monoarfa menyampaikan, pemerintah akan menghindari utang jangka panjang untuk membiayai pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru.
Baca Juga
Advertisement
"Kita akan maksimalisasi kekayaan negara, justru untuk membuat kita punya aset lebih banyak lagi. Kita juga menghindari pembiayaan-pembiayaan utang jangka panjang, kita akan hindari itu," katanya di Jakarta, Selasa (18/1/2022).
Suharso mengatakan, pihaknya akan menggunakan skema pembiayaan bisnis model dan finansial dalam pembangunan Ibu Kota baru. Dia memastikan bahwa skema ini tidak akan merugikan APBN.
"Jadi tidak merugikan APBN," kata dia.
Di sisi lain, Ketua Umum PPP ini menjamin bahwa sistem pemerintahan otorita yang akan diterapkan pada IKN tak menabrak Undang-Undang Dasar 1945.
Menurut Suharso, selama tak ada larangan dalam undang-undang, maka sistem otorita sah saja diberlakukan.
"Apakah itu menyalahi undang-undang dasar atau tidak, saya berani mengatakan itu tidak. Karena ruang itu dibuka di dalam UUD, kalau tidak dilarang, tidak disebutkan itu bukan berarti dibolehkan atau dilarang, tetapi juga setidak-tidaknya itu tidak dilarang," kata dia.
Menurut Suharso, pemerintah desa yang dibiayai menggunakan APBN juga tak diatur dalam konstitusi, namun bukan berarti pemerintahan desa telah mengangkangi konstitusi.
"Kita misalnya punya pemerintahan desa, bahkan desa itu dibiayai oleh APBN dan itu tidak disebutkan di dalam UUD. Kita hanya menyebutkan daerah provinsi, kita hanya menyebutkan daerah kabupaten/kota," terangnya.
"Sebenarnya Pasal 18 UUD 1945 itu menegaskan posisi Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga wilayah Indonesia itu dibagi atas, bukan terdiri dari, dibagi atas rekognisinya pada saat itu adalah provinsi-provinsi dan provinsi-provinsi itu dibagi dalam kabupaten/kota," sambung Suharso.
Alasan PKS Menolak
Sebelumnya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak disahkannya Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) menjadi undang-undang (UU). Anggota Fraksi PKS DPR RI, Hamdi Noor Yasin, menilai pemindahan Ibu Kota di saat kondisi ekonomi belum stabil seperti saat ini akan amat membebani negara.
"Fraksi PKS melihat bahwa pemindahan Ibu Kota negara di saat seperti sekarang ini sangat membebani keuangan negara dan membuat negara tidak fokus dalam penanganan pemulihan ekonomi," tegas Hamid dalam Sidang Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/1/2022).
Padahal, lewat andil negara untuk berupaya memulihkan ekonomi, menurut Hamid, kesejahteraan rakyat bisa ditingkatkan.
Menurut dia, saat ini bukan momentum yang pas bagi pemerintah untuk memindahkan Ibu Kota. Pasalnya, dampak pandemi Covid-19 yang banyak memukul ekonomi rakyat Indonesia masih membekas.
Pandemi telah banyak mengakibatkan rakyat kehilangan pekerjaan serta meroketnya angka kemiskinan di Tanah Air. Hamid mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut bahwa persentase penduduk miskin di Tanah Air pada September 2021 sebanyak 9,71 persen.
"Dan perkiraan datanya akan mengalami kenaikan lagi pada akhir 2021 karena adanya gelombang kedua Covid-19 yang puncaknya pada Juni-Juli, dan berlanjut hingga kisaran Oktober 2022," kata dia.
Ditambah lagi, lanjut Hamid dari sisi keuangan, Indonesia kini tengah mengalami lonjakan utang. Menurut dia, posisi utang Indonesia pada Oktober 2021 berada pada angka Rp 6.687,28 triliun. Angka ini setara dengan 39,69 persen Produk Domestik Bruto (PDB).
"Sementara kebutuhan anggaran untuk IKN diperkirakan kurang lebih sekitar Rp 446 triliun," kata dia.
PKS menjadi satu-satunya fraksi di DPR RI yang menolak RUU IKN ini. Kendati begitu, DPR telah menyepakati RUU IKN menjadi bentuk undang-undang.
"Kami akan menanyakan kepada setiap fraksi apakah RUU IKN disetujui dan disahkan sebagai UU?" tanya Ketua DPR RI, Puan Maharani.
"Setuju," sahut mayoritas anggota dewan diikuti ketukan palu Puan.
Advertisement