Liputan6.com, Jakarta Era digital memberikan banyak peluang dan tantangan baru di berbagai lini. Untuk mengoptimalkan layanan perbankan, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI menerapkan strategi hybrid. Metode hybrid bank tersebut terbukti efektif terlebih mayoritas pelaku usaha industri perbankan telah lebih terbiasa dengan digitalisasi.
Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI Indra Utoyo menjelaskan bahwa hybrid bank lebih cocok diterapkan karena BRI memiliki nasabah yang sangat heterogen. Kendati saat ini masyarakat sudah tak asing dengan perangkat gawai, tetapi tak dapat dipungkiri cakupannya belum 100% yang melek literasi dan keuangan digital.
Advertisement
“Strategi kami memang mengandalkan hybrid bank untuk menjangkau masyarakat Indonesia yang beragam karakteristiknya. Apalagi di tengah pandemi, kondisi ini semakin mempercepat proses digitalisasi. Namun, meskipun digitalisasi tak bisa dielakkan, masih ada sejumlah nasabah yang masih nyaman dengan layanan perbankan secara physical,” jelasnya.
Dalam pengaplikasian hybrid bank, BRI menerapkan prinsip ‘phygital’ atau physical and digital. Keduanya merupakan paduan keunggulan layanan fisik secara langsung dan tentunya secara digital.
Melalui perpaduan tersebut, Indra meyakini engagement dengan nasabah akan semakin kuat. Di sisi lain, hybrid bank diterapkan oleh BRI karena digitalisasi secara menyeluruh tidak bisa menggantikan trust. Digitalisasi juga tidak dapat menggeser brand maupun service.
Penerapan Hybrid Bank
Penerapan hybrid bank dilakukan BRI melalui transformasi digital yang didasarkan pada tiga landasan utama. Pertama, digitalisasi proses bisnis untuk meningkatkan produktivitas dan berfokus pada efisiensi. Hal ini diimplementasikan melalui aplikasi layanan perbankan BRImo, BRISpot hingga BRILink.
Kedua, BRI menyiapkan platform digital untuk masuk ke dalam ekosistem bisnis. Hal ini menjadi sumber pertumbuhan baru bagi perseroan karena mendorong peningkatan CASA, FBI dan nasabah baru.
Ketiga, BRI berinovasi dalam financial technology dengan pendekatan Fully Digital and New Business Model. Tujuannya untuk memberikan layanan kepada nasabah dengan lebih cepat dan efisien.
"Landasan tersebut seiring dengan misi kami memberikan layanan perbankan hingga ke seluruh penjuru negeri. Strategi BRI adalah go smaller, go shorter and go faster untuk menjadi The Most Valuable Banking group in Southeast Asia & Champion of Financial Inclusion,” katanya.
Langkah strategis BRI itu pun menuai hasil positif. Tingkat inklusi layanan perbankan digital BRI bertumbuh lebih dari 100% sepanjang 2021. Pertumbuhan volume penggunaan mobile apps atau super apps BRI juga naik kurang lebih 600%. Indra optimistis, keberhasilan tersebut akan terulang pada 2022.
Advertisement
BRIvolution 2.0 : Blueprint Transformasi Digital & Culture
Kesuksesan transformasi digital melalui strategi hybrid bank tak terlepas dari rencana matang BRI yang telah dijalankan jauh sebelum era disrupsi akibat pandemi. Direktur Utama BRI Sunarso yang menginisiasi inisiatif transformasi besar tersebut di 2 area, yakni di area digital dan culture yang dimulai pada 2016, kini telah menunjukan hasil positif.
Saat itu, Sunarso mendapat amanat mengambil langkah strategis tersebut. BRI pun mulai menyusun blueprint transformasi dengan visi besar BRIvolution 1.0 dan berubah menjadi menjadi BRIvolution 2.0 karena tantangan bisnis di masa pandemi.
Sebelum memasuki masa pandemi, gagasan BRIvolution telah mendorong digitalisasi proses kredit, terutama di segmen mikro. Loan approval system (LAS) digantikan dengan BRISPOT sehingga mengurangi kontak langsung antara insan BRILian atau pekerja BRI dengan nasabah. Penerapan BRIvolution juga berhasil menekan penggunaan dokumen kertas.
Seperti diketahui, pandemi membuat seluruh pertumbuhan kredit di industri perbankan menurun. Namun, kenyataannya kredit UMKM BRI mampu tumbuh 12,5% sebagai hasil transformasi yang disokong oleh kegigihan insan BRILian. Hasil transformasi BRI tak berhenti di sisi kredit, tapi juga pertumbuhan aset secara konsolidasian yang naik hingga 11,87% secara year-on-year (yoy) menjadi Rp1.619 triliun pada kuartal III-2021.
(*)