Meyakini dan Mengamini Dunia (itu) Kecil

Ada banyak hal yang menegaskan bahwa dunia itu kecil. Bukan secara fisik saja namun juga secara sosial.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 19 Jan 2022, 17:00 WIB
Diorama orang melihat pameran lukisan dalam bentuk sangat kecil sehingga untuk melihatnya harus menggunakan kaca pembesar. (foto : liputan6.com/edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Semarang - “Ternyata dunia itu kecil ya. Kakak ipar sampeyan itu ternyata teman saya,” ucapan ini sering terdengar. Pun Agus Budi Santoso seorang schetcer dan fotografer, menyadari penuh hal itu. Maka perjumpaannya dengan perupa Harry Surya, membuahkan sebuah “Dunia Kecil”

Dunia Kecil diambil sebagai thema utama pameran lukisan dan fotografi. Digelar di Warung Kopi Alam, Jalan Singosari Semarang, Agus membawa 15 foto dengan teknik makro. Sementara Harry Surya juga mengusung lukisan cat air dengan jumlah sama.

Memasuki pintu depan, mata kita akan langsung tertuju pada sebuah “diorama” mini berupa lukisan kecil-kecil yang ketika melihatnya harus menggunakan kaca pembesar. Diorama itu karya Harry Surya, menggambarkan sebuah pameran lukisan yang dilukis dengan sangat kecil.

Harry Suryo, melukis bunga dalam kacamata maskulinitas (foto : Liputan6.com/edhie prayitno ige)

“Butuh waktu tiga bulan menyelesaikan ini. Saya menggunakan kuas khusus dengan bulu khusus. Itu secara teknis. Tapi secara refleksi, sesungguhnya ini cerminan bahwa memang dunia ini sangat kecil. Renungan ini akan membawa kita menjadi lebih bisa rendah hati,” kata Harry.

“Saya jarang bermain-main dengan lensa makro. Tapi setelah saya lihat koleksi foto saya, ternyata luar biasa. Ada banyak hal yang kelihatannya biasa, namun sesungguhnya sangat rumit,” kata Agus Budi Santoso.

Lukisan Harry Surya semuanya tentang bunga. Bunga dilihat dari perspektif maskulinitas. Ini pemberontakan Harry. Keindahan bunga tak hanya pada warna, bentuk mahkota atau rumpunnya. Bahkan guguran serbuk sari yang tertiup angin adalah sebuah keindahan tersendiri.

“Lukisan saya ini sebenarnya kan serial. Bicara mulai dari masa virgin hingga menikah punya anak dan seterusnya. Ini tentang bunga, tentang perempuan dari sudut pandang maskulinitas,” kata Harry.

 

Simak Video pilihan berikut


Foto Penyadaran

Bertapa, salah satu pemanfaatan lensa makro untuk memberi penyadaran tentang hal kecil di sekitar kita. (foto: Liputan6.com/agus bs/edhie prayitno ige)

Pun dengan Agus Budi Santoso. Foto-foto dengan memanfaatkan lensa makro seakan menelanjangi apa-apa yang ada di sekitar kita tapi tak disadari sebagain sebuah keajaiban. Manusia boleh tahu jika belalang berkaki enam. Atau kumbang harus nungging dulu sebelum mengepakkan sayap, namun yang terjadi sesungguhnya tak sesederhana itu.

“Ada mekanisme semesta yang mengharuskan kumbang melewati ritus njengking sebelum mengepakkan sayap. Hal-hal yang tak terlihat ini bisa jadi bahan renungan, bahwa hidup manusia memang sudah diatur mekanisme alam,” kata Agus.

Agus Budi Santoso, Membuka ruang penyadaran melalui lensa makro. (foto : liputan6.com/edhie prayitno ige)

Pameran lukisan dan fotografi Dunia Kecil ini diharapkan bisa membangkitkan gairah berpameran kembali. Semarang pada jamannya menjadi raja lukisan-lukisan realis. Ada Kok Poo, Inanta, Atie Khrisna dll.

“Memang Semarang pernah diledek dengan lukisan bergaya Mangga Pisang Jambu. Karena saat itu lukisan yang dominan dan laku memang lukisan realiss,” kata Atie Khrisna Sarutomo, seorang perupa perempuan.

Pameran Dunia Kecil ini dibuka oleh Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi. Dalam pembukaan itu Hendi menyampaikan apresiasinya terhadap para perupa yang terus bergerak di masa pandemi.

Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi saat membuka pameran Dunia Kecil (foto: Liputan6.com/agus bs/edhie prayitno ige)

“Ini bisa membuktikan kalau Semarang bukan hanya sebuah kota yang masyarakatnya sibuk cari cuan. Tapi juga menyisihkan waktu untuk merenung. Salah satu hasilnya adalah Dunia Kecil ini. Sebuah penyadaran bukan hanya soal ruang dan waktu tapi juga penyadaran keilahian,” kata Hendi dalam percakapan melalui aplikasi WA.

 


Tabrakan?

Atie Khrisna Sarutomo, Fotografi sudah dianggap masuk salah satu genre seni rupa (foto: Liputan6.com/edhie prayitno ige)

Pameran Dunia Kecil memang tak melulu pamer lukisan dan foto. Lukisan dan foto-foto yang dipamerkan seperti menjadi stimulus untuk merenungi kehidupan sosial kita.

Tentang fotografi, Atie Khrisna Sarutomo menyebut tak menjadi soal disatukan dengan lukisan.

“Saat ini fotografi sudah masuk ke seni rupa. Sebuah foto yang mengalami editing tapi masih dalam batas wajar dan masuk akal, sudah dianggap sebagai karya seni rupa. Nah keistimewaan foto-foto mas Agus Budi ini adalah foto jurnalistik juga. Ia mengambil momen yang tepat saat memencet shutternya,” kata Atie.

Atie kemudian  mengajak memahami proses yang dilalui Agus Budi. Di balik sebuah foto, ada ratusan atau ribuan frame foto yang dianggap gagal. Entah fkousnya kabur, entah komposisinya tak sesuai yang diinginkan atau apapun.

“Proses-proses seperti itu kan butuh ketelatenan, ketelitian. Dan itulah inti dari pameran ini. Dunia ini kecil tapi butuh proses panjang, kesabaran, ketelatenan, ketelitian, kesabaran dan juga kesetiaan untuk memahaminya,” kata Atie.

Woman in Flower, cat air di atas kertas, memotret perjalanan perempuan melalui bunga (foto: Liputan6.com/agus bs/edhie prayitno ige)

Harry Surya juga mengakui bahwa Dunia Kecil ini hanya salah satu episode dari proses panjang kemanusiaan.

“Lukisan bunga sebagai personifikasi episode pemuliaan perempuan, hanya salah satu segmen saja. Nanti akan masih berlanjut serinya,” kata Harry.

Dunia Kecil akan menjadi sebuah check point perjalanan dunia seni rupa di Semarang. Sebagai perenungan perjalanan kehidupan semesta, Dunia Kecil mencoba memberi tawaran. Selamat berpameran, selamat menyaksikan.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya