Liputan6.com, Jakarta Ketua Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara) Mukroni menyambut baik inisiatif Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, dalam mematok minyak goreng satu harga Rp 14 ribu per liter mulai Rabu (19/1/2022) hari ini. Sebab, harga minyak goreng sebelumnya terlampau mahal bagi pengusaha makanan/minuman sekelas warteg.
Mengutip data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), harga minyak goreng curah terus naik pada awal Januari 2022 hingga menyentuh Rp 18.550 per kg. Sementara minyak goreng kemasan bermerek 1 dan 2 juga terus melejit hingga di atas kisaran Rp 20 ribu per kg.
Advertisement
"Kami positive thinking. Pemerintah ada perhatian untuk menurunkan harga minyak goreng, karena sebelumnya hampir mencapai 20 ribu per liter. Harga ini sangat memberatkan," ungkap Mukroni kepada Liputan6.com, Rabu (19/1/2022).
Mukroni memperkirakan, kisaran harga minyak sebelumnya naik sampai 25 persen dari normal. Namun, pengusaha warteg tidak berani menaikan harga makanan yang dijualnya, karena takut ditinggal lari pelanggan.
"Sementara kami belum berani naikan harga karena memberatkan para pelanggan yang daya ekonominya belum pulih sepenuhnya. Takutnya pelanggan lari dari kami karena harganya mahal," papar dia.
Akibatnya, pengusaha warteg harus menanggung kerugian, meski tidak terlalu besar atau di bawah 10 persen dari pendapatan normal. Itu berkat strategi yang dijalankan, dengan mengecilkan porsi makanan jualan saat harga minyak goreng melambung.
"Untuk sementara kami mengecilkan ukuran gorengan, tapi tidak menaikan harga makanan," ujar Mukroni.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pengusaha Dukung Program Minyak Goreng Satu Harga
Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mendukung penuh kebijakan Pemerintah yang mulai memberlakukan minyak goreng satu harga sebesar Rp 14.000 per liter.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga, dalam RDP dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (19/1/2022).
“Untuk domestik ini dilakukan produk Pemerintah untuk memberikan ke konsumen harga minyak goreng yang terjangkau, karena sekarang sangat mendesak. Jadi GIMNI mendukung penuh program tersebut dengan harga Rp 14 ribu,” kata Sahat.
Menurutnya, langkah yang dilakukan Pemerintah sangat tepat karena saat ini memang terjadi kenaikan harga kelapa sawit yang signifikan di pasar global.
“Harga (sawit) memang naik tak terbendung,” imbuhnya.
Sahat menjelaskan, kenaikan harga komoditas minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) memang sudah melonjak tajam mulai dari Mei 2020. Dimana pada tahun 2020 harga CPO masih dikisaran Rp 7.000 per kg.
Namun kemudian di tahun 2021 dan awal 2022 terjadi peningkatan harga sebesar 100 persen, yakni menjadi Rp 14.000 per kg. Memang kenaikan ini berdampak baik untuk ekspor, lantaran devisa negara menjadi bertambah.
Tapi imbasnya harga minyak goreng di pasaran menjadi mahal, khususnya di dalam negeri. Keterjangkauan minyak goreng bagi masyarakat berpenghasilan rendah menurun. Inilah yang harus menjadi perhatian Pemerintah.
“Memang tren price-nya 100 persen naik dibanding Mei 2020,” ujarnya.
Perihal minyak goreng, sebetulnya mulai tahun 2017 ke 2022 animo masyarakat sudah bergeser dari produk yang curah meningkat ke produk kemasan. Kalau dulu kemasan curah itu 41 persen dari total penjualan domestik, sekarang tinggal 32 persen.
Dengan demikian masyarakat kita sudah sadar dengan packingnya minyak goreng akan terjamin supplynya dan juga tidak akan berasal dari minyak recycle atau jelantah yang diolah kembali.
“Demikian tingkat kesehatan di Indonesia bisa membaik. Saya kira ini sebetulnya menjadi perhatian,” pungkas Sahat.
Advertisement