Defisit Gula Capai 3,8 Juta Ton, Impor Jadi Tumpuan

Pertumbuhan kebutuhan gula untuk industri makanan dan minuman diproyeksikan meningkat sekitar 5-7 persen per tahun.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 20 Jan 2022, 13:50 WIB
Tersangka dihadirkan saat rilis kasus penyalahgunaan distribusi gula kristal rafinasi ke konsumen akhir sebagai gula kristal putih di Jakarta, Senin (5/8/2019). Dari kasus tersebut polisi menangkap lima tersangka. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika mengungkapkan kebutuhan gula dalam negeri yang saat ini masih menghadapi tantangan berat.

Menurut perhitungannya, kemampuan produksi pabrik gula eksisting relatif stagnan, dengan rata-rata hasil produksi untuk 5 tahun terakhir sekitar 2,2 juta ton per tahun.

"Angka produksi ini masih jauh di bawah total kebutuhan gula nasional sebesar kurang lebih 6 juta ton. Sehingga masih ada defisit gula sebesar 3,8 juta ton yang harus dipenuhi dari impor," terang Putu dalam Munas VIII Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia di Jakarta, Kamis (20/1/2022).

Putu lantas mengambil asumsi pertumbuhan kebutuhan gula untuk industri makanan dan minuman yang diproyeksikan meningkat sekitar 5-7 persen per tahun.

"Kemudian ada kenaikan pertambahan penduduk Indonesia yang meningkat setiap tahun, maka pertumbuhan kebutuhan gula nasional menjadi semakin meningkat setiap tahunnya," ujarnya.

Di mata Putu, gula masih merupakan salah satu komoditas yang sangat terkait dengan hajat dan hidup masyarakat. Permintaan gula terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan juga pertumbuhan industri makanan dan minuman di dalam negeri.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Produktivitas

Barang bukti ditunjukkan saat rilis kasus penyalahgunaan distribusi gula kristal rafinasi di Jakarta, Senin (5/8/2019). Polisi mengamankan 600 karung gula rafinasi berkedok gula putih seberat 30 ton dengan kemasan 1 kg, 2kg, 5kg, dan 50 kg di Jateng dan DI Yogyakarta. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Karena itu, ia menekankan, industri gula nasional harus tetap menjaga tiga aspek yakni terkait kualitas, kuantitas dan juga konektivitas.

"Ini berarti, bahwa gula yang diproduksi harus memenuhi kualitas yang terbaik dan mampu menjaga kualitas tersebut dengan penggunaan teknologi yang terbaik," desak Putu.

"Produktivitas harus juga ditingkatkan sehingga dapat memeuhi kebutuhan masyarakat dan kebutuhan industri. Disamping itu distribusi gula nasional harus dipastikan dapat menjangkau pelosok nusantara dan memberikan jaminan harga yang stabil," imbuhnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya