Marak Terjadi, Pemerintah Nilai RUU TPKS Harus Atur Kekerasan Seksual di Dunia Digital

Dia menekankan pentingnya mengakomodasi Kekerasan Seksual Berbasis Online dalam RUU TPKS.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 20 Jan 2022, 17:53 WIB
Ketua DPR Puan Maharani menerima dokumen pendapat dari anggota fraksi PKS Kurniasih Mufidayanti paad Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/1/2022). Dalam rapat DPR mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi RUU Inisiatif DPR RI. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus mendorong kekerasan seksual berbasis online dimuat dalam Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Terlebih, kekerasan seksual di ruang digital saat ini marak terjadi.

“Kekerasan seksual di dunia digital sudah marak terjadi. Maka hal ini harus diatur secara penuh dalam Undang-undang. Harapan masyarakat terkait kekerasan seksual berbasis online ini akan dimasukkan dalam DIM [Daftar Inventaris Masalah] Pemerintah setelah ada draf RUU resmi dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),” kata Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani dalam siaran persnya, Kamis (20/1/2022).

Dia menekankan pentingnya mengakomodasi Kekerasan Seksual Berbasis Online dalam RUU TPKS. Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan, selama tahun 2020 hingga 2021 menunjukkan adanya peningkatan kasus kekerasan seksual berbasis online, yaitu dari 241 kasus menjadi 940 kasus.

Jaleswari menyampaikan spektrum kekerasan seksual di dunia digital bukan hanya seputar pelecehan online. Namun, meliputi tindakan memperdaya (cyber grooming), peretasan, konten ilegal, pelanggaran privasi, ancaman distribusi foto/video pribadi dan lain-lain.

"Mirisnya kekerasan berbasis online ini paling banyak menimpa remaja perempuan dan pelakunya rata-rata adalah orang yang pernah dekat dengan korban seperti pacar atau mantan pacar," jelasnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Perlindungan Korban Jadi Prioritas

Di mengatakan bahwa perlindungan korban menjadi prioritas utama pemerintah dan pelaku kejahatan seksual akan diberikan hukuman yang berat. Nantinya, rekaman suara dan gambar bisa menjadi alat bukti untuk menghukum pelaku kekerasan seksual berbasis online.

"Yang terpenting dalam kasus kekerasan seksual berbasis online itu di masalah pembuktian. Di dalam proses korban melaporkan, nantinya hal-hal yang terkait dengan bukti berupa rekaman suara, rekaman gambar bisa menjadi alat bukti," tutur Jaleswari.

Sementara itu, DPR akhirnya menyetujui RUU TPKS untuk dijadikan sebagai RUU inisiatif DPR pada Selasa 18 Januari 2022. Kantor Staf Presiden sendiri telah menginisiasi pembentukan gugus tugas yang mengawal percepatan pengesahan RUU TPKS menjadi undang-undang.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya