Liputan6.com, Aceh - Beberapa hari yang lalu, sekelompok warga di Desa Batu Jaya, Kecamatan Kaway XVI, Aceh Barat, Provinsi Aceh, memblokir jalan yang menjadi akses truk pengangkut batu bara milik PT PBM. Jalan tersebut ditimbun dengan tanah liat yang dikeruk dengan alat berat dari sekitar badan jalan serta ditancapkan sebuah spanduk bernada peringatan di atasnya.
Isi spanduk berupa kalimat yang menyatakan bahwa jalan dan tanah di wilayah itu merupakan lokasi transmigrasi pemberian keluarga besar Ulee Balang Peurembeu Kaway XVI. Diikuti pula dengan penegasan bahwa perusahaan tambang batu bara dilarang beraktivitas di atas tanah adat tersebut tanpa izin.
Advertisement
Pemegang mandat Ulee Balang kawasan Peureumbeu, Teuku Agam Istiqafar, mengatakan bahwa aksi serupa sudah pernah dilakukan sebanyak tiga kali. Sementara itu, sampai berita ini dikirim ke redaksi, Kamis malam (20/1/2022), pemblokiran yang tercatat sebagai yang keempat kalinya itu masih berlangsung.
Pada Oktober tahun lalu, dalam sebuah aksi demonstrasi, warga membuat surat perjanjian berisi tuntutan kepada perusahaan. Berdasarkan salinan surat yang diterima Liputan6.com, ada sejumlah poin yang jadi tuntutan warga.
Yaitu, perusahaan wajib memberikan kesempatan kerja secara khusus kepada warga yang dinilai cakap meskipun yang bersangkutan tidak memiliki ijazah sesuai permintaan. Wajib memberikan kompensasi bulanan dengan besaran yang akan disepakati di luar program tanggung jawab sosial perusahaan.
Wajib memberikan perhatian khusus terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat aktivitas pertambangan demi kenyamanan lalu lintas di jalan desa yang dilalui perusaahan. Wajib memperhatikan kegiatan keagamaan, adat-istiadat, serta pembinaan pemuda.
Wajib memberikan kesempatan dalam bidang pengadaan barang dan jasa kepada koperasi bentukan perwakilan masyarakat dan tidak memberi kesempatan kepada perusahaan di luar koperasi tersebut yang dinilai mampu dikerjakan oleh perusahaan. Ditegaskan pula bahwa perusahaan wajib bekerja sama dengan koperasi yang bernama Sapu Pakat itu untuk mendukung kelancaran perusahaan dalam beraktivitas.
Surat tersebut ditandatangani langsung oleh Teuku. Namun, surat perjanjian tanpa tera dan materai tersebut belum berbuah hasil sama sekali sampai saat ini.
"Sekarang, ada tambahan, gaji karyawan sebanyak lebih kurang 40 orang tidak dibayar selama tiga bulan. Mereka warga sekitar tambang. Setelah itu, tanah yang sudah diambil batu bara, belum dibayar kepada masyarakat, kepada pemiliknya," Teuku menegaskan.
Simak video pilihan berikut ini:
Sarat Masalah?
Perlu diketahui bahwa truk tronton PT PBM pernah diadang oleh warga Gampong Bahagia, Kecamatan Krueng Sabee, Aceh Jaya, ketika truk-truk tersebut hendak menuju Pelabuhan Calang, pada Kamis (18/11/2021). Warga mengklaim bahwa truk-truk tersebut mengangkut batubara untuk kebutuhan komersial sedangkan izin pengangkutan batu bara belum berlaku saat itu.
Koordinator Legalitas dan Perizinan PT PBM, Muhammad Iqbal, berdalih bahwa pengangkutan batu bara hasil produksi dari Kecamatan Kaway XVI menuju ke pelabuhan stockpile cuma untuk menguji kemampuan atau daya tahan jalan yang akan dilintasi oleh truk pengangkutan batu bara. Pernyataan enteng dari Iqbal ditentang oleh Koordinator GeRAK Aceh Barat, Edy Syahputra.
Edy menyoroti kapasitas atau tonase truk pengangkut yang berada di atas 50 serta penggunaan jalan untuk alasan uji coba seperti dalih Iqbal yang tidak memperoleh izin dari otoritas. Menurut Edy, saat itu diduga hampir 50 truk yang tertangkap menuju ke pelabuhan Calang dengan tonase di atas 50.
Berkaitan dengan pemblokiran jalan yang dilakukan sekelompok warga beberapa hari yang lalu, Edy mengatakan bahwa hal tersebut imbas dari tidak adanya titik temu dalam menyelesaikan masalah antara perusahaan dan warga. Target kesalahan ditimpakan Edy ke pemerintah kabupaten, dan dewan perwakilan rakyat Aceh Barat.
"Kami juga menduga terkesan diam dengan adanya perihal upaya PT PBM melakukan kegiatan operasi produksi di Desa Batujaya SP 3, Kecamatan kaway XVI, Kecamatan Aceh Barat," ujarnya, dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Kamis (20/1/2022).
Atas permintaan dari perwakilan masyarakat Kaway XVI melalui surat yang diserahkan kepada Pimpinan DPRK Aceh Barat, maka digelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan perusahaan pada Senin (15/11/2021). RDP tersebut menyoroti status lahan dan pengabaian hak ulayat selama penambangan namun masih belum terlihat seperti apa hasilnya.
Edy menyentil pertanyaan Bupati Aceh Barat, Ramli, yang muncul di sebuah media milik pemerintah pada November 2021. Saat itu, ia mengucapkan rasa syukur karena investasi oleh PT PBM telah mendapat persetujuan dari Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) sehingga tidak ada lagi masalah ke depannya.
"Ini aneh, bagaimana bisa banyak persoalan yang ditimbulkan oleh perusahaan, tapi Forkompimda menyimpulkan tidak ada lagi masalah, padahal kami mencatat berbagai kejanggalan dan perusahaan melabrak berbagai aturan perundang-undangan yang berlaku," sinisnya.
Edy juga mendesak legislatif dan eksekutif untuk segera menelusuri tunggakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2015 oleh PT PBM sebesar Rp. 267 juta. Sebelumnya, PT PBM juga telah berkomitmen akan segera menempatkan jaminan reklamasi pascatambang paling lambat minggu pertama Desember 2021, sementara sekarang sudah memasuk medio 2022 namun realisasinya belum diketahui publik.
Liputan6.com mengirim pesan via WhatsApp kepada Koordinator Legalitas dan Perizinan PT PBM, Muhammad Iqbal, sejak Kamis menjelang siang dengan tujuan agar bisa disambungkan dengan bagian kehumasan perusahaan namun tidak dijawab. Ketika tersambung via panggilan WhatsApp menjelang sore, Iqbal malah memilih untuk tidak berkomentar.
"Kita enggak ada komen, no comment-lah untuk masalah ini," jawab Iqbal singkat.
Advertisement