Liputan6.com, Jakarta Di Indonesia, penyandang disabilitas netra tak sedikit yang berprofesi sebagai terapis pijat. Seperti disabilitas netra asal Bandung, Mima, yang sudah menjadi terapis pijat sejak 1999.
Sebelumnya, Mima sempat belajar memijat di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna Bandung.
Advertisement
Sebelum pandemi COVID-19 melanda, dalam satu hari ia bisa memijat dua sampai tiga orang. Namun, setelah pandemi dan diterapkannya kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) kondisinya menjadi sulit.
“Kadang satu hari mijat, lima hari enggak, kadang seminggu enggak mijat,” katanya dalam vlog Netralitas Iksan, ditulis Jumat (21/1/2022).
Simak Video Berikut Ini
Pendapatan Mima
Mima bekerja di tempat orang lain sehingga pendapatannya pun harus dibagi dua. Satu kali memijat, bayaran yang didapat adalah Rp 75.000.
“Itu dibagi dua, jadi dapat 35 ribu.”
Padahal, pengeluaran Mima pun tidak sedikit, untuk biaya kos saja ia harus merogoh kocek Rp 600.000 per bulan.
“Selama PPKM paling dapat 100 ribu lebih, itu juga belum untuk makan dan lain-lain.”
Advertisement
Menyiasati Pengeluaran
Dengan pendapatan yang minim dan pekerjaan yang tak menentu, Mima harus menyiasati pengeluaran sebaik mungkin.
Dalam satu hari, ia perlu memutar otak untuk mencukupi kebutuhan makan dengan biaya seminimal mungkin.
“Satu hari bisa makan dengan oseng-oseng atau orek tempe. Kalau enggak ada lauk, bikin nasi liwet.”
Terkait bantuan dari pemerintah, ia mengaku belum mendapatkannya. Namun, ia sempat menerima bantuan sembako dari komunitas tunanetra. Ia pun berharap agar pandemi cepat berakhir dan pekerjaannya kembali seperti semula.
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Advertisement