Cerita Akhir Pekan: Suara-Suara Petani Rempah

Cerita akhir pekan kali ini tentang suara-suara petani tentang rempah, baik pala, lada, maupun cengkih.

oleh Komarudin diperbarui 23 Jan 2022, 08:31 WIB
Ilustrasi rempah (dok.pexels)

Liputan6.com, Jakarta - Belakangan ini rempah makin jadi perhatian banyak orang. Seiring perkembangan dunia kuliner, kecantikan, dan kosmetik rempah jadi makin dibutuhkan.

Permintaan terhadap bahan rempah, seperti lada, pala, dan cengkih pun makin diminati. Hal tersebut diungkapkan seorang petani asal Makassar, Abdul Munir.

"Kalau pala khusus di Sulawesi Selatan mengalami peningkatan, baik pada 2021 maupun saat ini. Sementara untuk cengkih mengalami penurunan. Pertama, akibat pandemi, kedua, karena permintaan dari luar negeri berkurang," ujar Abdul Munir saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu, 22 Januari 2022.

Abdul mengatakan, saat ini Sulawesi Selatan termasuk penghasil cengkih yang cukup besar. Namun, karena persaingan harga, maka lebih cengkih lebih dikuasai perusahaan besar.

"Saya kalah modal dengan mereka. Selain untuk tembakau, cengkih juga banyak digunakan untuk makanan, kosmetik, dan lain-lain," ujar pria berusia 36 tahun itu.

Abdul mengatakan rempah banyak diminati oleh konsumen sehingga dari tahun ke tahun selalu meningkat. Di tempatnya,  lada dan pala yang banyak diminati oleh konsumen.

Abdul berkata, permintaan terhadap rempah banyak datang dari Jakarta dan Surabaya. "Kalau permintaan dari luar negeri sangat terbatas, pengalaman saya juga masih terbatas tentang perdagangan luar negeri," ujar dia.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Jadi Petani Rempah

Ilistrasi rempah (dok.pexels)

Abdul Munir mengatakan ia fokus bertani sejak 2011 sampai saat ini. Sekarang ia punya perkebunan lada di Makassar dan menjadikan rempah sebagai bisnis yang sangat bagus.

"Saya sekarang punya kebun lada. Saya juga sedang merintis untuk bertani cengkih. Perkebunan lada saya rintis sejak 2011, sedangkan cengkih baru tiga tahu lalu," kata Abdul.

Sebagai petani lada dan cengkih, kata Abdul, perlu proses yang cukup panjang. Untuk cengkih, ia memperkirakan sekitar empat atau lima tahun lagi akan membuahkan hasil.

"Kalau cengkih saya terbilang baru belajar. Saya yang penting usaha saya halal. Bagi saya itu sangat penting," imbuh lulusan Manajemen Pembangunan dari Univeraitas Muhammadiyah Palopo, Sulawesi Selatan.

Abdul memperkirakan ke depan rempah makin banyak dicari orang karena makin banyak orang usaha kuliner. Begitu juga dengan kosmestik dan untuk kesehatan.

"Rempah akan semakin ramai di masa mendatang. Kebutuhan akan rempah bukan hanya untuk makanan, tapi juga dikembangkan jadikan bahan untuk kosmetik dan kesehatan," imbuh Abdul.

 


Perhatian Serius

Pertanian pala di kampung Rumahkai di Seram Bagian Barat, Maluku (dok.instagram/@petani_pala_maluku/https://www.instagram.com/p/CPhAJLkFeHA/Komarudin)

Sebelumnya, Hopney Tuameley petani dari Seram Bagian Barat, Maluku mengatakan rempah seperti pala itu merupakan komoditas ekspor yang dimiliki Indonesia. Oleh karena itu, perlu perhatian serius kepada pemerintah.

Ia dan petani di sana hanya bertani saja. Setelah pala berbuah mereka menjualnya.

"Pala itu bisa digunakan sebagai jus. Hanya itu yang saya tahu karena di sini kan tidak ada pabrik pengolahannya. Saya hanya menaman, kemudian saya jual," ungkap Hopney kepada Liputan6.com.

Hal senada diutarakan Abdul Munir. Selama dua tahun di Makassar usaha rempah, Abdul mengatakan belum ada perhatian dari pemerintah, baik dari segi pelatihan terkait pertanian, baik soal palal, lada, maupun cengkih, maupun permodalan.

"Sekarang berjalan dengan sendirinya saja. Masuk ke kota besar seperti Makassar, persaingannya ketat," imbuh Abdul Munir.


Infografis Daerah Penghasil Rempah di Indonesia

Infografis Daerah Penghasil Rempah di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya