Liputan6.com, Pekanbaru - Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) menerbitkan surat edaran larangan menanam sawit di kawasan konservasi gajah sumatra dan satwa liar dilindungi itu. Ini mengingat kian menyusutnya kawasan tersebut karena perambahan oleh orang tak bertanggung jawab.
Kepala Balai TNTN Heru Sutmantoro menjelaskan, tutupan hutan di TNTN terus berkurang karena keberadaan orang di sekitarnya (perambahan). Pada tahun 2021 kerusakannya mencapai 69.043 hektare. Sementara hutan alam yang tersisa tinggal 13.750 hektare dari luasan TNTN 81.793 hektare.
Baca Juga
Advertisement
Dari jumlah perambahan itu, 40.460 hektare lebih telah berubah menjadi kebun sawit, baik oleh perorangan ataupun kelompok. Kondisi ini menimbulkan dampak ekologi berkelanjutan.
"Kebun itu telah menghilangkan keanekaragaman hayati, kualitas lahan terus menurun, erosi dan menimbulkan hama bagi tanaman lainnya," kata Heru, Senin siang, 24 Januari 2021.
Heru menjelaskan, erosi karena pembukaan lahan sawit mengancam perairan. Pasalnya, perambah menggunakan pupuk dan pestisida yang bisa saja terbawa air hujan ke aliran sungai sehingga Ph air turun.
Di sisi lain, perambah saat membuka lahan di TNTN menggunakan sistem babat habis yang menyebabkan mahluk hidup lainnya terganggu. Sering juga terjadi pembakaran sehingga membuat satwa kehilangan habitat.
"Kemudian menyebabkan polusi udara dan deforestasi," jelas Heru.
Heru menyatakan, keberadaan kebun sawit di TNTN menjadi sumber konflik antara manusia dengan satwa liar, khususnya gajah. Sebab, sawit termasuk tanaman yang disukai gajah untuk dimakan.
"Surat edaran ini sekaligus peringatan agar tidak menanam sawit di kawasan TNTN," jelas Heru.
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Simak video pilihan berikut ini:
Akan Ditebang
Heru menjelaskan, kebun sawit di kawasan TNTN sudah 50 persen lebih. Oleh karena itu, pihaknya akan melakukan penindakan seperti penebangan pohon sawit di kawasan.
Selanjutnya, pihaknya akan menaman pohon pengganti seperti meranti, mahoni, manggis, matoa, durian, kemiri, aren, petai dan tanaman hutan lainnya.
"Itu yang masuk dalam zona rehabilitasi," tegas Heru.
Heru menyatakan, penindakan terhadap kebun sawit nantinya di TNTN sudah sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja yang melarang adanya perkebunan di kawasan hutan. Kemudian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.
Selanjutnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
"Oleh karena itu, yang punya sawit dalam kawasan TNTN, harus terbuka dalam memberikan informasi, terkait perkebunannya, data dan informasi sangat penting," jelas Heru.
Sebagai informasi, TNTN ada berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.225/Menhut.II/2004. Awalnya luasan TNTN adalah 38.576 hektare yang terletak di Kabupaten Indragiri Hulu dan Pelalawan.
Selanjutnya, pada tahun 2009 ada SK baru yaitu SK.663/Menhut.II/2009 tentang Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan Hutan Produksi Terbatas Kelompok Hutan Tesso Nilo seluas 44.492 hektare yang terletak di Kabupaten Pelalawan.
SK baru itu membuat total luas TNTN menjadi 83.068 hektare. Selanjutnya ada pada 28 Oktober 2014 ada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.6588/Menhut.VII/KUH/2014 tentang Penetapan Kawasan TNTN menjadi 81.793 hektare.
Advertisement