Liputan6.com, Bandung Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mendorong semua pemerintah daerah melakukan perbaikan sistem pemerintahan yang lebih transparan. Salah satunya dengan digitalisasi di berbagai bidang, sehingga mengurangi kontak fisik dan potensi tindak pidana korupsi.
Baca Juga
Advertisement
"Perbaikan sistem perlu dilakukan, perlu dikaji sistem politik pemerintah kita ke sistem yang diupayakan lebih transparan untuk mengurangi kontak fisik, di antaranya dengan digitalisasi di berbagai bidang," kata Tito kepada kepala daerah se-Indonesia dalam Raker Evaluasi Program Strategis secara virtual, Senin (24/1/2022).
Titi mengatakan, awal 2022 ini sudah ada beberapa kepala daerah yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu harus menjadi perhatian semua pihak karena selain berdampak pada individu yang bersangkutan juga terhadap kepercayaan publik kepada kepala daerah secara umum.
"Saya yakin banyak sekali kepala daerah berprestasi dan berkinerja baik. Namun akan terdampak oleh segelintir yang tersandung hukum," ujarnya.
Bentuk tindak pidana korupsi yang paling banyak terjadi, yaitu terkait dengan pengadaan barang dan jasa, disusul promosi atau mutasi jabatan, lalu suap atau gratifikasi.
Selain itu, setidaknya ada tiga hal terkait sistem pemerintahan yang rawan terjadi tindak pidana korupsi. Pertama, sistem politik.
Tito menuturkan, biaya politik yang tinggi untuk menjadi seorang kepala daerah menjadi penyebab tindakan korupsi demi menutupi hutang biaya politik.
"Jika kepala daerah terpilih, lalu pemasukannya kurang tidak bisa menutupi biaya politik akhirnya terjadi korupsi untuk menutup biaya politik," tuturnya.
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Simak Video Pilihan di Bawah Ini
Sistem Rekrutmen Transaksional
Kedua, sistem rekrutmen transaksional, kemudian sistem administrasi pemerintahan yang membuka peluang tindak pidana korupsi. "Misalnya pertemuan fisik, birokrasi yang berbelit atau regulasi yang dibuat sedemikian panjang, sehingga atas nama regulasi terjadi negosiasi transaksional," ucap Tito.
Oleh karena itu, perlu perbaikan sistem pemerintahan yang lebih digitalisasi. Inilah yang kemudian memunculkan konsep smart city, smart government, dan e-government. "Mulai dari perencanaan sampai eksekusi dalam pelaksanaan semua harus dibuat digital," cetus Tito.
Dengan begitu, sistem pemerintahan yang bersih akan terealisasi, yang juga berdampak pada pemasukan negara lewat PAD dan kesejahteraan aparatur negara. "Salah satu faktor, yaitu kesejahteraan ASN akan dapat didongkrak karena tindak pidana korupsi bisa ditekan," katanya.
Advertisement