Perpustakaan Keren Resmi Berdiri di Gunungkidul, Buku Terbukti Beri Cara Pandang Baru

Kabupaten Gunungkidul resmi memiliki gedung fasilitas layanan perpustakaan yang modern senilai Rp10 miliar.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Jan 2022, 13:54 WIB
Kabupaten Gunungkidul resmi memiliki gedung fasilitas layanan perpustakaan yang modern senilai Rp10 miliar. (Liputan6.com/ Istimewa)

Liputan6.com, Gunungkidul - Guntingan pita secara simbolis oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI menandai resmi Kabupaten Gunungkidul memiliki gedung fasilitas layanan perpustakaan yang modern. Bangunan megah senilai Rp10 miliar yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) 2021 sekaligus menjadi tanda keseriusan Pemkab Gunungkidul meletakkan literasi sebagai elemen penting dalam menciptakan SDM yang unggul.

Kenapa literasi menjadi penting? Cendekiawan muda Yudi Latif mencontohkan negara Brazil di Amerika Selatan, yang pernah mendapati angka kriminalitas yang tinggi sehingga seluruh penjara kewalahan menampung para narapidana. Bahkan, tidak ada rasa jera bagi narapidana yang telah bebas. Mereka kembali melakukan aksi kejahatan dan kembali berujung di jeruji besi. Dari situ kemudian timbul ide nyeleneh untuk melakukan eksperimen.

Semua napi dibekali buku bacaan dan diminta melakukan resume buku setiap minggu. Timbal baliknya, napi yang berhasil menyelesaikan resume mendapatkan potongan masa tahanan. Begitu seterusnya sampai akhirnya mendapatkan kebebasan.

Ketika keluar sel, mereka justru mempraktikan apa yang telah mereka baca di dalam masa tahanan. Pikiran mereka terbuka dan tidak lagi melakukan hal-hal buruk. Imbasnya, selama dua tahun ekseperimen berjalan kapasitas penjara mengalami penurunan drastis.

“Penjara ternyata bisa menjadi guru kehidupan. Dan buku berhasil memberikan gagasan dan cara pandang baru mereka,” terang Yudi Latif.

Literasi, ditambahkan Yudi, menurut Ki Hajar Dewantara dikembangkan di atas tiga pilar, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Senada dengan Yudi Latif, anggota Komisi X DPR RI MY Esti Wijayati, literasi masih menjadi pekerjaan rumah nasional. Pada 2019, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia di angka 52,67, sementara Indeks Pembangunan Pemuda di 2020 hanya 51,00. Tidak ada peradaban tanpa literasi. Inilah kemudian yang menjadi parameter bagi setiap negara.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Literasi di Gunungkidul

Kepala Perpusnas menyebutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Presiden memfokuskan pada peningkatan dan perluasan akses terhadap sumber-sumber bahan bacaan untuk menciptakan SDM yang unggul, menguasai Iptek, memiliki kreativitas dan inovasi yang tinggi untuk penciptaan lapangan kerja, mengurangi angka pengangguran, serta menambah devisa negara.

“Karena faktanya, hanya 10 persen penduduk Indonesia yang bekerja dengan ijazah perguruan tinggi. Sisanya berlatar pendidikan SD-SMA. Maka, kami mendorong kepada setiap kepala daerah untuk memberikan mereka kecerdasan dengan buku-buku terapan agar tidak stagnan dalam kesejahteraan,” urai Muhammad Syarif Bando.

Sementara itu, Bupati Gunungkidul Sunaryanta, menguraikan gerakan literasi di Gunungkidul sudah semakin baik terutama dalam setahun terakhir. Sunaryanta mengakui di era globalisasi kita tidak boleh menutup diri. Makanya, kita terus mengembangkan berbagai program literasi.

“Dukungan Pemkab tidak sebatas anggaran. Kolaborasi dengan berbagai pihak tetap dilakukan termasuk dengan perguruan tinggi. Itu juga penting,” jelas Sunaryanta.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Perpusnas mengukuhkan Diah Purwanti menjadi Bunda Literasi Kab. Gunungkidul dan penandatanganan MOU dengan Pemkab dan tiga perguruan tinggi, yakni Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Gunung Kidul, dan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Yogyakarta, serta menyaksikan pengukuhan 18 Bunda Literasi Kecamatan se-Kabupaten Gunungkidul oleh Bunda Literasi Kabupaten Gunungkidul.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya