, Beijing - Menjelang penyelenggaraan Olimpiade Musim Dingin Beijing, China berjuang dengan segala cara untuk meredam penyebaran infeksi omicron. Selama ini pemerintah menerapkan kebijakan ekstra ketat Zero COVID-19.
Dengan kebijakan Zero COVID-19, pemerintah China memberlakukan lockdown ketat di beberapa kota metropolitan setelah munculnya kasus infeksi varian omicron. Jutaan penduduk diminta melakukan tes COVID-19. Mereka dilarang meninggalkan rumah, juga untuk berbelanja. Bahan makanan diantar oleh satuan tugas COVID-19 sampai ke depan pintu rumah.
Baca Juga
Advertisement
Tapi sekarang muncul laporan bahwa warga Beijing yang terinfeksi omicron. Pemerintah cepat-cepat menyatakan bahwa infeksi itu diakibatkan oleh "paket yang dikirim dari luar negeri". Namun bersamaan dengan itu, pemerintah juga mempromosikan strategi baru, bukan Zero COVID-19 lagi, melainkan apa yang sekarang disebut "Dynamic Clearing".
Sejauh ini, di Beijing tidak diberlakukan lockdown ketat seperti di metropolitan lain, demikian dikutip dari laman DW Indonesia, Rabu (26/1/2022).
Selain karena penyelenggaraan Olimpiade Musim Dingin Beijing yang rencananya akan dibuka 4 Februari mendatang, dampak ekonomi penerapan lockdown ketat juga mulai merongrong perekonomian, terutama bagi kalangan warga menengah-bawah.
Di metropolitan Xian, banyak warga mulai menyampaikan kemarahan mereka di jaringan media sosial lokal. Ada yang mengatakan mereka tidak mendapat suplai bahan makanan yang cukup, padahal mereka dilarang meninggalkan rumahnya. Selain itu ada yang melaporkan bahwa perempuan hamil tua yang akan melahirkan ditolak masuk rumah sakit, sehingga mereka akhirnya kehilangan bayinya.
Selama ini, kebijakan COVID-19 ada di tangan pemerintah pusat. Namun dengan perkembangan COVID-19 yang sangat cepat, pemerintahan di Beijing kelihatannya mulai kewalahan. Dengan strategi baru "Dynamic Clearing", kewenangan COVID-19 berpindah ke otoritas lokal.
"Karena sebentar lagi Olimpiade dimulai, pemerintah pusat sekarang mengalihkan kebijakan peredaman pandemi ke otoritas lokal," kata Shuli Ren, penulis dan pengamat ekonomi di Hong Kong. Ini tentu saja menguntungkan pemerintah pusat, tambahnya, karena kalau ada masalah dengan suplai makanan atau karantina seperti di Xian, China kesalahan dengan mudah bisa ditimpakan ke otoritas lokal.
Perekonomian Mulai Terdampak
Pemerintah China baru-baru ini mengimbau warga untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga. Berbagai kampanye dilancarkan untuk mengajak orang berbelanja. Jika situasi corona tidak memungkinkan orang berbelanja ke toko, sebaiknya berbelanja lewat online. Atau kalau tidak ingin membeli barang, orang juga bisa bertaruh atau berjudi lewat berbagai plaltform online, demikian seruan yang disebarkan.
Pengamat ekonomi Asia dari Union Bancaire Privess (UBP) Carlos Cassanova menjelaskan: "China memang masih mampu mempertahankan pasar ekspornya, tapi akan sulit membangkitkan kembali konsumsi domestik di kawasan-kawasan yang menerapkan lockdown Zero COVID-19." Dia memperkiraan, pertumbuhan ekonomi awal tahun ini bisa anjlok ke angka 3 persen, bagi perekonomian China sebuah kemunduran besar.
Situasi ekonomi dan politik di China akan tergantung dari parahnya penyebaran omicron minggu-minggu depan, apalagi pemerintah pusat di Beijing selama ini menjanjikan bahwa kebijakannya mampu meredam COVID-19 sampai ke tingkat nol. Apakah dengan pembukaan Olimpiade Beijing Februari mendatang laju infeksi omicron masih bisa diredam, masih harus ditunggu.
Advertisement