Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mendesak pemerintah agar larangan truk berlebih muatan atau over dimension overload (ODOL) ditunda hingga 2025 mendatang.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi masih merelaksasi pergerakan truk obesitas hingga akhir 2022, untuk kemudian kebijakan zero ODOL diterapkan per 1 Januari 2022.
Namun, Ketua ASI Widodo Santoso meminta pemerintah agar larangan truk ODOL bisa diundur hingga 2025 mendatang. Alasannya, pengusaha semen masih butuh waktu untuk persiapan pengadaan kendaraan baru.
"Kebijakan ODOL perlu diundur dari tahun 2023 menjadi tahun 2025. Mengingat untuk persiapan pengadaan tambahan mobil terhambat dengan adanya musibah-musibah panjang pandemi selama 2 tahun," ungkapnya saat rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (25/1/2022).
Di sisi lain, Widodo mengutarakan, produksi semen nasional akan tetap berlebih pasokan (oversupply) hingga 2030 mendatang.
Secara angka, kelebihannya mencapai 35 juta ton, dengan peningkatan permintaan semen rata-rata 5 persen atau 3,5 juta ton per tahun. Widodo lantas mengusulkan adanya peraturan tertulis (moratorium) mengenai hal tersebut.
"Maka kami usul, hendaknya ada moratorium. Jadi selama ini memang ada komitmen. Tapi peraturan tertulis tidak ada. Diperlukan segera moratorium sampai dengan tahun 2028," kata Widodo.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Batu Bara
Usulan lainnya, ia pun meminta kewajiban pemenuhan stok pasar dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) batu bara bisa dinaikan menjadi 35 persen. Sehingga, perusahaan semen dan pupuk juga bisa menikmati pasokan batu bara dengan harga khusus seperti yang diterima PT PLN (Persero).
Kewajiban DMO batu bara sebelumnya ditetapkan sebesar 25 persen sesuai Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/2021 tentang pemenuhan batu bara dalam negeri.
"Prosentase kewajiban suplai batu bara dinaikan 30-35 persen untuk pengamanan kebutuhan industri dan PLN. kalau cuman 25 persen untuk PLN habis ini," ujar Widodo.
Advertisement