Liputan6.com, Jakarta Laporan World Economic Outlook (WEO) International Monetary Fund (IMF) edisi Januari 2022 menunjukkan bahwa setelah mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,9 persen di 2021, perekonomian global diprediksi mengalami moderasi ke level 4,4 persen di 2022 atau turun -0,5 percentage points dibandingkan WEO Oktober 2021 dan 3,8 persen di 2023.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab antara lain kemunculan varian Omicron, kenaikan harga energi dan disrupsi suplai yang mendorong lonjakan inflasi, serta adanya kebijakan pengetatanregulasi pada sektor perumahan di Tiongkok. Moderasi terjadi secara luas pada ekonomi negara-negara maju seperti Amerika Serikat(AS) Tiongkok, serta Eropa.
Advertisement
Pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan turun dari 5,6 persen di 2021, menuju 4,0 persen di 2022, dan 2,6 persen di 2023. Dalam periode yang sama, proyeksi pertumbuhanTiongkok adalah 8,1 persen, 4,8 persen dan 5,2 persen, sedangkan di Eropa sebesar 5,2 persen, 3,9 persen, dan 2,5 persen.
Arah normalisasi kebijakan moneter serta berlanjutnya disrupsi suplai diperkirakan menjadi kontributor utama melambatnya pertumbuhan ekonomi AS. Perlambatan yang terjadi padaperekonomian Tiongkok diperkirakan merupakan dampak adanya disrupsi pada sektorperumahan serta kebijakan zero Covid-19 yang mempengaruhi mobilitas.
"Di Eropa, perkembangan Covid-19 dan gangguan suplai juga berpotensi mempengaruhi perekonomian ke depan di wilayah tersebut," dikutip dari keterangan tertulis BKF Kementerian Keuangan, Rabu (26/1/2022).
Proyeksi pertumbuhan negara-negara ekonomi baru (emerging markets) utama beragam di 2021 hingga 2023. India diproyeksikan tumbuh tinggi sebesar 9,0 persen di 2021 dan 9,0 persen di 2022, dan kemudian mengalami moderasi menjadi 7,1 persen di 2023.
Prospek perekonomian India diperkirakan membaik seiring pertumbuhan kredit yang diperkirakan akanberpengaruh positif pada tingkat investasi dan konsumsi. Sedangkan di Kawasan ASEAN-5, pertumbuhan ekonomi diperkirakan justru berada dalam tren meningkat.
Dalam periode 2021-2023, Indonesia diramalkan akan bertumbuh kuat sebesar 3,3 persen, 5,6 persen dan 6,0 persen. Sedangkan Malaysia 3,5 persen, 5,7 persen, dan 5,7 persen.
Dalam periode yang sama, pertumbuhan PDB Thailand akanberada pada 1,3 persen, 4,1 persen, 4,7 persen, sedangkan Filipina 4,6 persen, 6,3 persen, dan 4,9 persen.
Untuk tahun 2021, Kementerian Keuangan lebih optimis dalam memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam kisaran 3,5 persen-4 persen, dengan mempertimbangkan kondisi terkini dari pergerakan mobilitas dan indikator-indikator di sisi konsumsi dan produksi yang terus menunjukkan penguatan.
PDB Indonesia
Outlook pertumbuhan PDB Indonesia pada Triwulan IV/2021 berada pada angka yang lebihoptimis yaitu 5,1 persen sesuai dengan kondisi terkini yang menunjukkan pemulihan yang kuat.
“Kuatnya Perekonomian Indonesia yang sudah terlihat di Tahun 2022 dan berlanjut ke2023 adalah bukti bahwa penanganan pandemi berbuah signifikan pada relatif cepatnyapemulihan ekonomi Indonesia. Kebijakan penanganan pandemi dan Pemulihan EkonomiNasional (PEN) yang efektif di 2021 dan diperkuat dengan fokus penciptaan tenaga kerja selainkesehatan dan perlindungan masyarakat di 2022 tentunya menjadi faktor penting. Kita perlujaga momentum pemulihan ke depan dengan tetap waspada terhadap berbagai risiko”, jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu.
Beberapa risiko yang perlu diwaspadai ke depan antara lain potensi kemunculan varian baru Covid-19, isu disrupsi suplai dan volatilitas harga energi yang memberi ketidakpastian pada tingkat inflasi, risiko pada stabilitas keuangan emerging markets.
Selain itu, normalisasikebijakan moneter negara maju dengan menaikkan suku bunga, tensi geopolitik yang masih tinggi, dan isu perubahan iklim juga menjadi risiko-risiko yang perlu diwaspadai ke depan. Dalam laporan WEO Januari 2022 tersebut, IMF juga memberikan beberapa rekomendasi penguatan kerangka kebijakan yang komprehensif untuk negara-negara, yaitu
Advertisement