Ajukan Keberatan, Dekan Terdakwa Pencabulan Mahasiswi Sebut Dakwaan Jaksa Tidak Tepat

Dekan (non-aktif) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Riau menyampaikan keberatan terhadap dakwaan yang tidak merincikan peristiwa cabul yang dituduhkan pada dirinya.

oleh M Syukur diperbarui 27 Jan 2022, 22:00 WIB
Suasana sidang dugaan pelecehan mahasiswi Universitas Riau yang digelar tanpa pengunjung. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Terdakwa pencabulan terhadap mahasiswi Universitas Riau, Syafri Harto, merasakan ketidakadilan selama kasusnya diusut oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau. Hal ini disampaikan oleh Dekan (non aktif) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik itu melalui penasihat hukumnya, Dody Fernando.

Dody dikonfirmasi sudah menyampaikan beberapa keberatan terhadap dakwaan atau eksepsi. Ini dilakukannya saat sidang perdana pelecehan mahasiswi di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa siang, 25 Januari 2022.

Dody menjelaskan, beberapa poin dakwaan tidak mengurai peristiwa pencabulan itu secara rinci. Dakwaan tidak terperinci terdapat pada pasal primair dan pasal lebih subsider.

"Pasal primair, pencabulan itu harus ada ancaman dan kekerasan, di dakwaan tidak ada dijelaskan kekerasan seperti apa," kata Dody.

Selanjutnya, dakwaan lebih subsider, lanjut Dody, pasal yang diterapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut dilakukan di depan orang lain. Hanya saja di dakwaan hanya ada terdakwa dan pelapor inisial L.

"Tidak disebutkan ada orang lainnya, di dakwaan hanya berdua, tidak terjadi di depan orang lain," tegas Dody.

Dody menyayangkan pengusutan kasus ini hanya berdasarkan keterangan L. Apalagi, tidak ada saksi yang melihat ada pencabulan disertai kekerasan.

"Kalau ada kekerasan ada bekas lebam, ada visum, ini tidak ada," jelas Dody.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak video pilihan berikut ini:


Uji Kebohongan

Saat kasus ini masih penyidikan, Polda Riau pernah melakukan uji kebohongan terhadap Syafri Harto. Dody menyebut kliennya merasakan ketidakadilan lagi karena pihaknya menyarankan mahasiswi L dilakukan pengujian kebohongan juga.

"Kami sudah minta L diuji, benarkah dia berbicara jujur atau tidak," terang Dody.

Dody mencontohkan dugaan perkosaan di Kabupaten Rokan Hulu. Kala itu, penyidik melakukan uji kebohongan terhadap pelapor hingga akhirnya terungkap kebohongan.

"Bagaimana kalau dalam kasus klien kami ini pelapor berbohong," ucap Dody.

Selain ke penyidik, Dody juga pernah mengajukan permohonan uji kebohongan kepada jaksa peneliti di Kejati Riau. Hanya saja, jaksa tidak memberikan petunjuk sesuai permohonan dirinya kepada penyidik.

"Kami menyayangkan itu tapi ini sudah terjadi, maju ke persidangan, ya kita buktikan," tegas Dody.


Silakan Buktikan

Dody siap membuktikan kliennya tidak bersalah di pengadilan. Namun jika nantinya memang terbukti bersalah, dia mempersilakan majelis hakim menghukum.

"Kami selaku penasihat hukum tidak membenarkan yang salah," ucap Dody.

Hanya saja kalau tidak terbukti, lanjut Dody, semua pihak harus menerima itu dan jangan termakan pembingkaian yang selama ini terbentuk. "Karena klien kami punya keluarga, kemudian nama baik Universitas Riau dipertaruhkan," kata Dody.

Menurutnya, kasus ini tidak hanya mencoreng nama Syafri Harto tapi civitas akademika secara keseluruhan. "Saya sebagai alumni juga bertanggungjawab membuktikan bersalah atau tidak," imbuh Dody.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya