Tanggapi Pembelaan Herry Wirawan, Jaksa Tetap pada Tuntutan Hukuman Mati

Jaksa tetap meminta hakim untuk mengabulkan tuntutan hukuman mati dan tambahan kebiri terhadap Herry Wirawan.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Jan 2022, 15:17 WIB
Terdakwa pemerkosa belasan santri di Bandung, Herry Wirawan, keluar dari ruang persidangan setelah agenda sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (11/1/2022). (Foto: Humas Kejati Jabar)

Liputan6.com, Bandung Sidang lanjutan kasus perkosaan belasan santri di Bandung dengan terdakwa Herry Wirawan kembali digelar di Pengadilan Negeri Kelas 1A Bandung, Kamis (27/1/2022) pagi. Dalam agenda sidang membahas replik atau tanggapan jaksa terhadap pembelaan terdakwa, jaksa tetap meminta hakim untuk mengabulkan tuntutan hukuman mati dan tambahan kebiri.

"Intinya tetap pada tuntutan semula dan penegasan beberapa hal. Kami menanggapi pleidoi tetap pada tuntutan di persidangan kemarin (hukuman mati)," kata jaksa penuntut umum yang juga Kepala Kejati Jabar Asep N. Mulyana.

Menurut Asep, tuntutan jaksa sudah sesuai dengan amanat Undang-undang. Alasannya, hukuman mati karena kejahatan terdakwa Herry Wirawan merupakan kejahatan luar biasa dan banyak membuat korban trauma.

"Bahwa tuntutan mati itu diatur dalam regulasi dan diatur dalam ketentuan perundang-undangan. Artinya itu sudah sesuai dengan aturan yang berlaku," ucapnya.

Asep enggan menanggapi adanya penolakan hukuman mati seperti yang diungkapkan Komnas HAM. Pihaknya menilai bila tuntutan itu sudah sesuai aturan.

"Kami tidak akan berpolemik tentang itu, yang pasti saya katakan bahwa kami konsen dan tetap tuntutan kami berbasis pada korban untuk kepentingan terbaik bagi anak-anak korban sesuai dengan konvensi PBB tentang hak-hak anak," tuturnya.

Terkait dengan restitusi atau ganti rugi Rp331 juta pada terdakwa, Asep mengatakan jumlah itu sudah sesuai dengan hitungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Ia bahkan berpendapat bahwa jumlah itu belum sepadan dengan perbuatan yang sudah dilakukan terdakwa pada korban.

"Kami juga menegaskan bahwa besaran restitusi yang diajukan dalam tuntutan kami merupakan hasil perhitungan dari LPSK yang kami anggap itu tidak sepadan dengan derita korban," tuturnya.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini


Minta Aset Terdakwa Disita

Pesantren Madani Boarding School di Cibiru, Kota Bandung, milik guru pesantren Herry Wirawan di bawah Yayasan Pendidikan dan Sosial Manarul Huda.

Selain tuntutan mati, jaksa juga meminta majelis hakim menyita aset yayasan milik Herry Wirawan. Pihak jaksa beralasan penyitaan aset perlu dilakukan mengingat para korban memerlukan biaya hidup dan tanggungan.

"Mengapa kami harus menyita yayasan dan membubarkan yayasan? karena yayasan merupakan intrumentaria delicta, artinya alat yang digunakan oleh terdakwa melakukan kejahatan," kata Asep.

Asep menjelaskan, terdakwa Herry Wirawan tidak mungkin bisa melakukan kejahatan secara sistematis. Oleh karena itu, pihaknya tetap meminta hakim agar yayasan itu disita bersamaan dalam tuntutan.

"Sebagai pencerminan asas dari peradilan yang cepat sederhana dan ringan, makanya kami satukan tuntutan," ungkapnya.


Minta Keringanan Hukuman

Terdakwa kasus pemerkosaan 12 santriwati di Bandung Herry Wirawan dituntut hukuman mati. (Liputan6.com/ Huyogo Simbolon)

Sebelumnya, Herry Wirawan, membacakan pembelaan dirinya atas tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut hukuman mati dan pidana tambahan kebiri kimia. Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung, Kamis (20/1/2022).

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Jawa Barat Dodi Gazali Emil seusai persidangan menuturkan, terdakwa Herry di hadapan majelis hakim mengakui semua perbuatan bejatnya dan meminta hakim untuk mengurangi hukuman.

Dalam kasus ini, Herry Wirawan dituntut hukuman mati sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3), ayat (5), jo Pasal 76D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No 1 tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya