Liputan6.com, Jakarta Induk Koperasi Pedagang Pasar mendukung langkah pemerintah menetapkan Harga Eceran tertinggi (HET) minyak goreng. Kebijakan ini akan berlaku 1 Februari 2022.
Sekretaris Jenderal Inkoppas Ngadiran mengatakan, para pedagang pasar perlu ikut dilibatkan. Ini mengacu kebijakan pemerintah pada pekan lalu yang baru memulai kebijakan di ritel modern.
"Kira dukung program yang baik untuk masyarakat, tapi kami jangan ditinggalin, karena sudah terbukti yang diambil lalu ternyata tak atasi masalah," katanya kepada Liputan6.com, Sabtu (29/1/2022).
Ia menyebut, dalam mengatasi masalah harga minyak goreng ini perlu bersama-sama. Sehingga harga yang terjangkau bisa didapatkan oleh seluruh masyarakat.
"Kita perlu gotong-royong, perlu bersama-sama untuk masyarakar bisa dapat minyak goreng yang murah," katanya.
Mengomentari kebijakan pekan lalu, Ngadiran menilai dengan pelibatan toko ritel modern saja itu langkah yang kurang tepat.
"Jadi gini bahwa pemerintah ini sebenarnya sudah lama ambil kebijakan karena kenaikan minyak ini sudah cukup lama lebih 5 bulan. Karena kemarin pun dalam ambil keputusan pertama ke ritel modern itu kurang etis itu kurang pas, kenapa cari enak dan gampang saja, itu jadi problem baru dan jelas jadi satu hal yang tak lazim selama ini cara-cara itu," paparnya.
Sementara, berkaitan dengan kelangkaan stok, ini juga jadi perhatian Ngadiran. Ia turut menduga ada yang tidak beres karena penetapan minyak goreng satu harga belum sempat dirasakan pedagang pasar tradisional.
"Ini kan mengambil langkah baru, mengubah keputusan yang lalu kemudian ambil langkah untuk diubah angka, sedangkan pertama kemarin itu belum masuk ke pasar tradisional, di ritel pun kekurangan dan carut marutnya ini ada hal yang tidak beres walaupun pemerintah katakan siap semua sudah ada," terangnya.
"Bahwa yang diambil itu tidak lazim, jadi problemnya kita suarakan, kenapa harus mensubsidi," imbuhnya.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tak Cukup DMO
Diketahui, pemerintah juga menetapkan Domestic Market Obligation (DMO) kepada eksportir sebesar 20 persen dari total ekspor. Namun, lagi-lagi angka itu dipandang belum tepat.
"Saya pikir tak cukup 20 persen, kalau masing-masing eksportir 30-35 persen mungkin mendingan. Tapi ini masih mendingan lah, walau ini belum memadai tentu itu akan dievaluasi. Minimal 20 persen diterapkan mudah-mudahan kalau bisa cover sehingga bisa jaga stabilitas harga minyak goreng," katanya.
Terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan, besaran DMO yang dipatok ini bisa dinaikkan jumlahnya. Ia mengatakan, hal ini mengacu pada kebutuhan yang disinyalir akan meningkat di momen-momen tertentu.
“Meskipun kebijakan DMO sudah tepat namun porsi kewajiban memasok CPO maupun minyak goreng di dalam negeri sebaiknya dinaikkan menjadi 25-35 persen dalam kondisi tertentu misalnya persiapan menghadapi Ramadhan dan Lebaran dimana permintaan minyak goreng biasanya tinggi,” katanya saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (29/1/2022).
Ia menyebutkan selain kebijakan DMO, pemerintah yang mengambil langkah Domestic Price Obligation (DPO) ini perlu diapresiasi. Alasannya, ini menjawab kebutuhan regulasi terkait stabilitas harga minyak goreng di tingkat konsumen.
“Dengan kehadiran DMO dan DPO diharapkan stabilitas harga jual CPO ke pabrikan minyak goreng dapat terjaga dalam jangka panjang,” katanya.
Advertisement