Liputan6.com, Purbalingga - Beberapa waktu terakhir, warganet dibikin heboh oleh unggahan video seorang pendaki yang menemukan bongkahan es di puncak Gunung Slamet (3.428 mdpl). Video berdurasi 58 detik itu pun akhirnya viral di media sosial.
Pendaki perekam video, Agung Dwi Arifqi mengaku tiba di puncak Gunung Slamet sekitar pukul 10.00 WIB. Lantas dia dan temannya melanjutkan perjalanan ke kawah Gunung Slamet.
Tak berapa lama, mereka memutuskan turun. Dalam perjalanan turun itulah mereka menemukan bongkahan es yang berserak di sela-sela bebatuan.
Baca Juga
Advertisement
"Yang saya jumpai tiga bongkah es," ujar Agung, kepada Liputan6.com, melalui panggilan audio.
dia menjelaskan, dari penuturan penjual di pos pendakian, badai turun sejak sore hari. Badai itu diikuti hujan es. Diduga, hujan es ini yang membentuk bongkahan es yang ditemukan Agung dan kawan sependakiannya.
Temuan bongkahan es merupakan fenomena langka. Agung yang biasa mendaki mengaku baru kali ini menjumpai bongkahan es di puncak gunung. "Aneh saja, kok ada es di puncak gunung. Baru kali ini nemu es di gunung," ucapnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Penjelasan BMKG
Spekulasi pun beredar perihal penemuan bongkahan es tersebut. Terlepas dari itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) A Yani Semarang punya penjelasan mengapa bisa ada es di puncak Gunung Slamet.
Prakirawan BMKG A Yani Semarang, Winda Ratri, menduga bongkahan es di puncak Slamet berasal dari hujan es. "Hujan es memang paling sering terjadi pada periode peralihan musim tapi bukan berati pada musim hujan seperti ini tidak mungkin terjadi," ujarnya melalui sambungan telepon, Sabtu (29/1/2022).
Melihat waktu kejadian yaitu pada 16 Januari 2022, maka skenario hujan es yang paling mungkin menjelaskan asal-muasal es di puncak Slamet. Sebab, tanggal 16 Januari masuk dalam periode puncak musim hujan di mana cuaca ekstrem sangat berpotensi terjadi.
"Tanggal 16 sampai 20 Januari itu masuk dalam puncak musim penghujan untuk wilayah Jateng yang jatuh antara Januari hingga Februari di mana cuaca ekstrem sangat mungkin terjadi," kata dia.
Pada cuaca ekstrem inilah hujan es terbentuk. Partikel air dari awan comulonimbus yang berada di freezing level membeku menjadi partikel es.
Pada titik tertentu, partikel es dan air jatuh menjadi hujan. Butiran es yang mencapai permukaan bumi inilah yang menjadi hujan es.
"Awan comulonimbus ini bisa sangat tinggi, bisa melampaui freezing level," ujar dia.
Hal ini berbeda dengan fenomena embun upas yang kerap dijumpai di dataran tinggi Dieng. Embun upas terjadi pada musim kemarau.
Embun upas terjadi karena suhu udara yang mencapai titik beku. Hal ini membuat butiran embun membeku menjadi butiran es.
Penulis: Rudal Afgani Dirgantara
Advertisement