Liputan6.com, Jepara - Perang obormerupakan bagian tradisi sedekah bumi yang diyakini sebagai upaya tolak bala oleh masyarakat Jepara. Perang obor digelar setiap Senin Pahing dan malam Selasa Pon saat bulan Zulhijah di Desa Tegalsambi, Kecematan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Dikutip dari berbagai sumber, tradisi perang obor diawali dengan disulutnya pelepah kelapa. Kemudian obor saling dipukulkan oleh para peserta.
Baca Juga
Advertisement
Pukulan obor akan menghasilkan percikan api yang menyebar ke segala arah menambah meriah upacara tradisi perang obor ini. Meskipun berbahaya, perang obor tetap mampu menarik perhatian masyarakat lokal maupun wisatawan luar Jepara untuk ikut dalam meramaikan acara tersebut.
Untuk mengantisipasi luka bakar akibat percikan api, penyelenggara perang obor juga menyediakan ramuan sebagai obat luka bakar tersebut.
Semula, perang obor adalah upaya masyarakat setempat dalam mengatasi penyebaran penyakit yang menyerang hewan ternak mereka. Setelah dipukul-pukul pelepah kepala dan pisang yang dibakar, maka hewan ternak berangsur-angsur sembuh. Hal ini lah yang mendasari keyakinan perang obor sebagai tolak bala.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Kiai Babadan dan Mbah Gemblong
Namun ada cerita lain yang dipercaya masyarakat setempat sebagai awal mula perang obor. Cerita ini berkaitan dengan perseteruan Kiai Babadan dan Mbah Gemblong.
Kiai Babadan memiliki ternak sapi dan kerbau. Mbah Gemblong dimintai tolong untuk memelihara hewan ternak itu.
Namun, Mbah Gemblong tidak melaksanakan amanat dengan baik. Dia justru sibuk mengambil ikan di sungai, sehingga sebagian hewan ternak Kiai Babadan tidak terurus dan mati.
Kiai Babadan murka. Ia menegur Mbah Gemblong. Namun kemarahan Kiai Babadan tak juga digubris.
Kiai Babadan mengambil sebuah obor-oboran yang biasanya digunakan untuk pengusir nyamuk. Ia memukul Mbah Gemblong dengan obor itu,
Mbah Gemblong tidak terima dan membalas. Terjadi lah saling pukul menggunakan obor.
Akibat kejadian itu, hewan peliharaan Kiai Babadan ketakutan dan lari ke luar kandang. Konon, hewan-hewan itu justru menjadi sehat di luar kendang.
(Tifani)
Advertisement