Pemerintah Inggris Terseret Klaim Bias Anti-Muslim, Pukulan bagi PM Boris Johnson

Pemerintah Inggris tengah menyelidiki klaim anggota parlemen bahwa dia dipecat karena beragama Islam.

oleh Hariz Barak diperbarui 31 Jan 2022, 09:00 WIB
Ilustrasi bendera Inggris (unsplash)

Liputan6.com, London - Pemerintah Inggris tengah menyelidiki klaim anggota parlemen bahwa dia dipecat karena beragama Islam.

Nusrat Ghani, mantan menteri dalam pemerintahan Partai Konservatif Inggris mengatakan dia diberitahu bahwa agamanya, Islam, adalah alasan mengapa dia dipecat.

Klaim itu semakin memperburuk keretakan dalam pemerintahan Perdana Menteri Boris Johnson, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Senin (31/1/2022).

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada Senin (24/1) memerintahkan penyelidikan atas klaim anggota parlemen dari Partai Konservatif bahwa dia dipecat dari pekerjaannya antara lain karena ia beragama Islam. Ini tuduhan pelanggaran terbaru yang mengguncang pemerintahan Konservatif dan cengkeraman Johnson pada kekuasaan.

Mantan Menteri Transportasi Nusrat Ghani mengatakan bahwa ketika diturunkan dari jabatannya pada 2020, seorang pejabat pemerintah mengatakan "keMuslimannya" "membuat rekan kerja tidak nyaman." Kepada harian Sunday Times, Ghani mengatakan bahwa dia diberitahu "ada kekhawatiran 'bahwa saya tidak setia kepada partai karena saya tidak cukup berbuat untuk membela partai dalam menghadapi tuduhan Islamofobia.'"

Pejabat itu, Mark Spencer, mengakui dialah orang yang berbicara dengan Ghani pada 2020. Namun ia menyatakan tuduhan Ghani "jelas-jelas salah."

Kantor Boris Johnson pada Senin mengatakan bahwa perdana menteri telah meminta pejabat-pejabat pemerintah "untuk menetapkan fakta tentang apa yang terjadi." Dikatakan, Johnson "menanggapi klaim ini dengan sangat serius."

Ghani terpilih menjadi anggota parlemen pada 2015, perempuan Muslim pertama dari Partai Konservatif. Ia diangkat menjadi menteri junior pada 2018. Ketika itu, Menteri Transportasi Inggris dijabat Chris Grayling. Grayling mengatakan itu adalah bukti bahwa Konservatif “adalah partai peluang.” Tetapi sebagian orang menuduh partai tersebut gagal menghilangkan prasangka anti-Muslim di bawah pemerintahan Johnson, yang pada 2018 membandingkan perempuan yang memakai cadar dengan “kotak surat.”

Dua menteri senior Kabinet, Menteri Kesehatan Sajid Javid dan Menteri Pendidikan Nadhim Zahawi, berbicara untuk mendukung Ghani. Mereka mengatakan klaim Ghani harus diselidiki.

“Dibutuhkan banyak keberanian bagi seseorang untuk berdiri dan menyatakan: 'Agama saya masuk menjadi pertimbangan ketika kinerja tugas saya dinilai,'” ungkap Zahawi. “Itu seharusnya tidak pernah terjadi dan tidak ada ruang untuk itu.”


Memicu Keretakan di Pemerintahan PM Inggris Boris Johnson

PM Inggris, Boris Johnson selesai memberikan pernyataan pada hari pertamanya kembali bekerja setelah pulih dari virus Corona di Downing Street, London, Senin (27/4/2020). Ini menjadi kemunculan pertama PM Johnson di depan publik setelah hampir sebulan terinfeksi COVID-19. (AP/Frank Augstein)

Klaim Ghani memperburuk keretakan dalam partai pemerintahan Boris Johnson, yang sejauh ini dicemarkan oleh tuduhan tentang pihak-pihak di kantor perdana menteri yang melanggar lockdown sementara Inggris berada di bawah pembatasan ketat untuk mengekang penyebaran virus corona.

Tuduhan "partygate" itu telah membuat marah banyak orang di Inggris, yang dilarang bertemu teman dan keluarga selama berbulan-bulan pada tahun 2020 dan 2021 untuk menghambat penularan COVID-19. Orang-orang itu sedang diselidiki oleh seorang pegawai negeri senior, Sue Gray, yang laporannya, diperkirakan pekan ini, akan menjadi momen penting bagi perdana menteri.

Gray telah mewawancarai staf Downing Street (kantor perdana menteri), melihat catatan kantor dan pada Senin berbicara dengan Dominic Cummings, mantan ajudan utama Boris Johnson yang kini menjadi pengecam keras perdana menteri sejak tidak lagi menjabat.

Tuduhan Ghani muncul setelah anggota parlemen lain, juga dari Partai Konservatif, William Wragg, menuduh pejabat-pejabat di partai itu mengintimidasi dan memeras anggota parlemen untuk memastikan mereka mendukung pemerintah. Wragg mengatakan ia bertemu polisi pada Senin untuk membahas klaimnya.

Wragg adalah satu dari segelintir anggota parlemen Konservatif yang menyerukan agar Johnson mengundurkan diri. Jika laporan Gray sangat kritis, mungkin akan ada lebih banyak orang yang berani untuk meminta dilakukannya mosi tidak percaya terhadap Johnson dan berisiko ia akan dilengserkan.

Sekalipun lolos dari mosi itu, banyak anggota partai Konservatif telah menyatakan bahwa Johnson tidak akan lama lagi memegang jabatannya. Dan kelemahan pemimpin itu adalah membiarkan perpecahan partai meluas ke tempat terbuka.

Salma Shah, konsultan politik dan mantan ajudan pemerintah, mengatakan klaim Ghani telah membuat posisi Johnson “jauh lebih sulit.” Dia mengatakan tuduhan Ghani "telah benar-benar mengejutkan Westminster (parlemen Ingris) dan menjadi isu yang sangat serius, menambah tekanan yang selama ini ada bagi perdana menteri."

“Menurut saya, nyatanya adalah bahwa perdana menteri berada dalam posisi yang sangat berisiko. Akan sangat sulit baginya untuk memperbaiki citranya sekarang,” kata Shah.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya