3 Terdakwa Dugaan Korupsi Pembangunan RS Batua Makassar Ajukan Eksepsi

Dari total 13 orang terdakwa, 3 diantaranya mengajukan eksepsi.

oleh Eka Hakim diperbarui 31 Jan 2022, 13:00 WIB
Sidang kasus dugaan korupsi RS Batua Makassar (Liputan6.com/Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar - Sidang pembacaan dakwaan perkara dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar (RS Batua Makassar) yang mendudukkan tiga belas terdakwa digelar di Pengadilan Tipikor Makassar, Senin (31/1/2022).

Dari tiga belas terdakwa tiga diantaranya masing-masing Andi Erwin Hatta Sulolipu, Anjas Prasetya Runtulalo dan Dantje Runtulalo mengajukan eksepsi terhadap dakwaan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dikoordinatori oleh Adnan Hamzah.

bacajuga:Baca Juga](4844726 4857739 4862516)

"Kalau penangguhan, hampir semua terdakwa mengajukan penangguhan penahanan. Diantaranya terdakwa Andi Naisyah Tun Azikin karena alasan sedang sakit dibuktikan dengan aurat keterangan dokter," kata salah seorang anggota tim JPU, Ahmad Yani ditemui usai mengikuti persidangan pembacaan dakwaan.


Alasan Eksepsi Salah Seorang Terdakwa

Terdakwa kasus korupsi RS Batua Makassar Ajukan Eksepsi (Liputan6.com/Eka Hakim)

Dari tiga orang terdakwa yang rencana mengajukan eksepsi atas dakwaan JPU pada sidang pekan depan, Andi Erwin Hatta Sulolipu melalui Penasehat Hukumnya, Machbub mengungkapkan alasan kliennya mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan JPU diantaranya karena kliennya secara yuridis tidak terlibat dalam pelaksanaan proyek pembangunan RS. Batua Makassar. 

"Termasuk apa yang dikatakan Jaksa Penuntut bahwa terdakwa (klien kami) mengarahkan pekerjaan, itu tidak benar," ujar Machbub.

Ia menilai dakwaan yang dibacakan oleh JPU sumir, tidak tepat dan kabur. Isi dakwaan menurut Machbub tidak mengkorelasikan perbuatan dengan fakta hukum yang harusnya muncul. 

“Dalam perkara ini ataupun dalam proses pembangunan RS Batua, klien kami Erwin Hatta tidak ada keterlibatan secara langsung maupun tidak langsung. Bagaimana bisa dikatakan melakukan tindak pidana secara bersama-sama dalam perkara ini,” urai Mahbub. 

Ia mengungkapkan, pengenaan Pasal 2 dan 3 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dalam UU Nomor 31 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tidak tepat untuk diterapkan. 

“Klien kami Erwin Hatta dalam kasus ini tidak pernah bertindak ataupun melakukan hal-hal yang ujungnya menguntungkan atau memperkaya diri sendiri ataupun orang lain. Jadi pengenaan pasal itu tentunya tidak tepat,” terang Machbub.

Menurut dia, sebagai pihak swasta terdakwa Erwin Hatta yang merupakan kliennya tersebut, tidak mempunyai kapasitas atau kewenangan untuk menentukan pemenang tender proyek pembangunan RS. Batua tahun 2018. 

“Kewenangannya Pak Erwin untuk mengatur proyek apa? Apakah klien saya pihak swasta, tidak pernah ada komunikasi. Kewenangan dia memerintahkan atau mengatur apa? Tidak ada. Semua pelaksana juga kan ditentukan oleh pihak Dinas Kesehatan Kota Makassar,” terang Machbub. 

Mengenai dakwaan JPU yang menyebut terdakwa Andi Erwin Hatta bersama-sama mengatur syarat-syarat perusahaan konstruksi yang layak mengerjakan proyek dan agar pemenang tender proyek ini jatuh kepada PT Sultana Anugerah, Mahbub menyatakan hal itu keliru dan sama sekali tak berdasar. 

“ASN itu diangkat dan disumpah dalam jabatan. Siapapun harusnya tidak bisa mempengaruhi. Apalagi Pak Erwin pihak swasta, saya tekankan kalau Pak Erwin tidak punya kewenangan untuk itu. Dakwaan jaksa menjadi tak berdasar,” jelas Machbub.

Sementara itu, terkait dengan pengenaan Pasal 55 ayat (1) ke ke-1 KUHP, ia menekankan secara keseluruhan terdakwa Erwin Hatta tidak memiliki keterlibatan dengan pelaksanaan proyek, apalagi menikmati uang proyek tersebut. 

“Ikut terlibat dalam proyek RS Batua saja, Pak Erwin itu tidak terlibat, apalagi menikmati. Klien kami tegas termasuk dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) mengaku tidak tahu dan tidak terlibat dalam pengerjaan proyek tersebut, terhitung sejak proses awal hinga akhir,” ungkap Machbub.  

Ia berharap nantinya, Majelis Hakim menjadikan alasan pihaknya mengajukan eksepsi dapat menjadi pertimbangan dalam artian menolak keseluruhan dakwaan JPU yang dialamatkan kepada kliennya. 

"Kami sangat yakin Majelis Hakim nantinya menerima eksepsi kami dan menolak dakwaan JPU," Machbub menandaskan.

 

 


Korupsi Berjamaah

Kejati Sulsel resmi menahan 13 tersangka dugaan korupsi pembangunan RS Batua Makassar selama 20 hari ke depan. (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Diketahui, dalam perkara dugaan korupsi pembangunan RS. Batua Makassar duduk tiga belas orang terdakwa. Mereka masing-masing Andi Erwin Hatta, Andi Naisyah Tun Asikin selaku Kepala Dinas Kota Makassar yang diketahui bertindak sebagai Pengguna Anggaran (PA).

Sri Rimayani selaku Kuasa Penggunaan Anggaran sekaligus Pejabat pembuat Komitmen (PPK), Muhammad Alwi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Hamsaruddin, Andi Sahar dan Mediswaty ketiganya selaku POKJA III BLPBJ Setda Kota Makassar. 

Kemudian, terdakwa lainnya ada Firman Marwan selaku Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP), Muhammad Kadafi Marikar selaku Direktur PT Sultana Anugrah dan Andi Ilham Hatta Sulolipu selaku Kuasa Direksi PT. Sultana Anugrah pada pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan RS. Batua Makassar Tahap I TA 2018, Dantje Runtulalo selaku Wakil Direktur CV. Sukma Lestari dan Anjas Prasetya Runtulalo serta Ruspyanto masing-masing selaku Pengawas Lapangan Pembangunan RS Batua Tahap I TA 2018. 

Adapun hasil perhitungan kerugian negara yang ditimbulkan dalam pelaksanaan pekerjaan berdasarkan audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) Nomor 10/LHP/XXI/06/2021 tanggal 17 Juni 2021 ditaksir senilai Rp22 miliar lebih.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya