Liputan6.com, Jakarta - Perang terbuka antara Rusia dan Ukraina belum memperlihatkan tanda-tanda akan berhenti. Pihak Rusia pun terus mengklaim kemenangan di sejumlah titik pertempuran, sementara pihak Ukraina menuduh bahwa operasi militer Rusia sepanjang lebih dua bulan terakhir hanyalah permulaan untuk menyerang negara lain.
Tapi, menanggapi kritik yang dilancarkan pihak Barat terhadap kebijakan negaranya, Duta Besar Rusia Lyudmila Georgievna Vorobieva mengaku heran. Menurutnya, seharusnya pihak Barat khawatir pada situasi di Libya yang negaranya hancur, atau di Irak yang lebih dari 1 juta warganya terbunuh, serta sikap Israel yang mengebom Gaza tanpa ada reaksi dari Barat.
Advertisement
Kendati demikian, Departemen Luar Negeri AS justru mengumumkan pembatasan visa pada lebih dari 2.000 pejabat militer Rusia dan Belarusia. Selain AS, kelompok negara G7 juga menerapkan sanksi terhadap tiga saluran televisi terbesar Rusia serta berkomitmen untuk menghentikan impor minyak dari Moskow.
Dalam program Wawancara Khusus Bincang Liputan6, Lyudmila Georgievna Vorobieva menegaskan sikap negaranya yang sama sekali tak menyasar warga sipil Ukraina. Dia juga mengatakan bahwa sanksi yang dikenakan pihak Barat tak hanya merugikan negaranya, melainkan dirasakan juga oleh negara lainnya.
Berikut petikan wawancara Duta Besar Rusia Lyudmila Georgievna Vorobieva dengan Liputan6.com:
Dampak Sanksi Tak Hanya Dirasakan Rusia
Bisakah Anda memberi tahu kami apa dampak global dari sanksi ekonomi yang berkepanjangan di Rusia?
Pertama-tama jika kita membahas soal sanksi, ada beberapa aspek yang berbeda dalam hal ini. Sanksi itu jelas-jelas ilegal. Sanksi itu tidak sah. Tak ada hukum internasional yang mewadahi pemberian sanksi. Satu-satunya lembaga di dunia yang punya hak menerapkan sanksi adalah Dewan Keamanan.
Dan bahkan jika Anda melihat sejarah, sanksi yang diberikan Dewan Keamanan tidak terlalu efektif. Sebetulnya apa tujuan menerapkan sanksi?
Apa supaya pemerintah mengubah kebijakannya? Benarkah? Jika kita lihat Kuba atau Venezuela yang disanksi AS, atau Iran, atau Afghanistan, dan bahkan Rusia, kami telah disanksi sejak 2014, dan itu tidak membuat kami mengubah kebijakan kami.
Tentu jika kamu ingin menyakiti masyarakat, itu lain cerita. Saya pikir kini pemimpin-pemimpin negara Barat dengan sinis mengatakan bahwa tujuan sanksi sebenarnya untuk menghancurkan ekonomi Rusia dan merugikan masyarakat Rusia sebanyak mungkin.
Lantas, bagaimana Rusia merasakan dampak sanksi tersebut?
Tentu saja, sanksi itu merugikan, tetapi ekonomi kami cukup kuat, dan saya yakin setelah masa penyesuaian, ekonomi kami akan beradaptasi seperti di tahun 2014.
Sebaliknya, ini justru membuka beberapa jendela peluang. Misalnya, sebelumnya kami sangat bergantung pada impor pangan dari luar negeri.
Setelah 2014, kami mulai berinvestasi pada sektor pertanian kami sendiri. Sekarang kami benar-benar mandiri. Maksud saya, kami memang mengimpor produk yang tidak bisa kami tanam seperti mangga atau pisang, tapi untuk makanan pokok, semuanya kami produksi sendiri.
Sebaliknya, kami ekspor banyak gandum, banyak daging, dan produk-produk pertanian lain. Jadi tentu jika kamu bertanya apa dampaknya ke ekonomi global, ironinya sanksi ini justru menyakiti ekonomi global, terutama Eropa.
Jadi pihak Rusia melihat sanksi yang diberlakukan tidak semata-mata karena konflik Rusia-Ukraina?
Jadi pertanyaannya, apa target sebenarnya dari sanksi ini? Dan pertanyaannya, kenapa Barat merusak, menghancurkan sistem perdagangan internasional serta rantai pasokan yang telah sangat sulit dibangun selama puluhan tahun terakhir?
Dalam satu sisi, ini tentu persaingan yang tidak sehat karena AS berusaha agar masyarakat Eropa membeli sumber energi yang lebih mahal ketimbang yang dari Rusia, dan membuat negara-negara Eropa bergantung pada AS karena AS tidak banyak terlibat dalam perdagangan dan kerja sama ekonomi dengan Rusia, tidak seperti Eropa.
Jadi saya bilang ada kepentingan bisnis dalam pemberlakuan sanksi-sanksi ini. Sanksi-sanksi ini menyakiti eknomi dunia. Anda lihat apa yang terjadi ke harga minyak dan gas, kepada harga pangan. Tapi jika Anda ingin menyalahkan seseorang untuk itu, tentunya bukan Rusia. Kami berkomitmen pada tanggung jawab kami untuk menyediakan sumber daya energi.
Ngomong-ngomong, AS juga membeli minyak kami.
Dan kami juga berkomitmen pada kewajiban kami untuk mengekspor produk pangan. Jadi pertanyaan ini harusnya diberikan ke Amerika Serikat dan para pemimpin Uni Eropa. Kenapa mereka mau dimanipulasi dan menyakiti ekonomi mereka sendiri serta masyarakat mereka?
Jadi pertanyaannya kenapa semua ini terjadi? Karena ini tidak proporsional. Saya bilang ada reaksi histerikal kepada apa yang terjadi di Ukraina.
Dan jika Barat begitu peduli dengan situasi di Ukraina, mengapa mereka tidak peduli dengan situasi, katakanlah, di Libya ketika negara itu benar-benar hancur?
Atau katakan di Irak ketika lebih dari sekitar 1 juta orang terbunuh? Atau Israel yang mengebom Gaza. Mana reaksinya? Mana sanksinya? Mana simpatinya? Mana simpatinya untuk mereka, atau untuk Yugoslavia pada 1999?
Jadi Anda ingin menggarisbawahi bahwa sanksi ini lebih menyakiti mereka ketimbang Rusia?
Tidak, saya tidak mengatakan bahwa kami tidak tersakiti. Tentu kami juga tersakiti. Tetapi mereka juga merugikan negara-negara Uni Eropa dan seluruh ekonomi global, yang mana juga belum pulih dari pandemi COVID-19.
Advertisement
Tuduhan yang Sangat Tak Rasional
Presiden Joe Biden juga menyalahkan Presiden Putin atas BBM yang mahal di negaranya. Bagaimana Anda menilai tuduhan itu?
Tidak, tentunya tidak. Jika Anda mendengar apa yang AS katakan, kami Rusia adalah di balik segala hal buruk yang terjadi di dunia. Dan itu tidak dimulai dari 24 Februari ketika operasi kami di Ukraina diluncurkan.
Itu terjadi lebih awal lagi pada 2014. Kami dituduh sebagai di balik segala hal buruk yang terjadi di dunia.
Dan tentu saja, terkait tren kenaikan harga sumber daya energi ini juga tidak baru mulai kemarin. Itu sudah terjadi beberapa lama. Dan COVID-19 juga berkontribusi pada gangguan pasokan dan produksi.
Jadi kok bisa segalanya Rusia disalahkan? Ini benar-benar tidak rasional.
Bulan lalu, para aktivis Greenpeace memblokir transfer minyak Indonesia dari Pertamina. Greenpeace bilang membeli minyak dari Rusia berarti mendanai perang. Apa komentar Anda tentang itu?
Itu juga tuduhan tak logis dan tak rasional. Apa urusan Greenpeace dengan operasi spesial kami di Ukraina? Saya hanya ingin mengatakan bahwa ini sejenis propaganda.
Dan jika Anda perhatikan, tuduhannya lagi-lagi absurd. Hal itu tak hanya menyakiti Rusia, tetapi juga orang Indonesia yang butuh minyak.
Kemudian, apakah Anda punya komentar mengenai tuduhan terbaru akan kematian warga sipil di Bucha, Ukraina?
Ya, Kota Bucha. Namanya Bucha. Itu telah dibuktikan tanpa keraguan bahwa hal itu adalah palsu. Saya mungkin tidak akan membahas detailnya, karena jika para pemirsa tertarik, mereka bisa mengunjungi situs kedutaan besar kami.
Kami punya informasi detail yang membuktikan informasi tersebut palsu. Saya hanya ingin bilang bahwa pertama, target operasi kami di Ukraina bukan rakyat sipil. Bukan rakyat Ukraina.
Kami tidak berperang dengan rakyat Ukraina karena kami melihat rakyat Ukraina sebagai saudara dekat kami, kakak dan adik kami. Dan kami melakukan segalanya yang kami bisa untuk menyelamatkan warga sipil.
Itulah operasinya. Banyak yang melihat bahwa operasi ini berjalan dengan lambat, terlalu lambat. Tapi alasannya bukan karena kami tidak punya sumber daya yang cukup, tetapi karena kami berusaha menyelamatkan masyarakat.
Bagaimana cara tentara Rusia menyelamatkan warga sipil Ukraina?
Di mana saja tentara kami datang, mereka membuka jalur kemanusiaan agar warga sipil bisa pergi, dan kami mendistribusikan bantuan kemanusiaan.
Sejauh ini, sekitar 500 ton bantuan kemanusiaan telah didistribusikan. Dan ini terbukti faktanya bahwa pasukan bersenjata kami mendistribusi makanan dan minuman untuk warga di Bucha.
Dan ketika angkatan bersenjata kami pergi, Wali Kota Bucha berkomentar, dan tentu dia di pihak Ukraina, ia tidak menyebut adanya kejahatan atau pembunuhan warga sipil. Jadi ini hanyalah bagian dari perang informasi melawan Rusia.
Dan tak hanya Bucha, tetapi kejadian terbaru di Kramatorsk ketika ada rudal Ukraina, Tochka, menghantam kota itu dan sejumlah masyarakat sipil terbunuh.
Rusia tidak memakai rudal seperti itu. Itu model lama milik Soviet, dan itu dipakai tentara bersenjata Ukraina.
Itulah horornya, sebenarnya, bahwa pemerintah Ukraina yang berkuasa sejak kudeta di 2014, mereka membunuh rakyat mereka sendiri. Mereka tidak kasihan terhadap rakyat mereka sendiri. Sebaliknya, kami menyelamatkan sebanyak mungkin warga sipil.
Ukraina Tak Punya Itikad Baik
Mengenai rudal Tochka U, siapa menurut Anda di balik serangan itu?
Angkatan bersenjata Ukraina, mereka memiliki rudal semacam ini dan tidak diragukan lagi bahwa mereka telah menggunakannya lagi.
Mengapa mereka melakukannya terhadap warga sendiri?
Sebenarnya, mereka juga mencegah warga Ukraina meninggalkan kota-kota melalui jalur kemanusiaan yang dibuka oleh angkatan bersenjata Rusia.
Pekan lalu, ada juga video prajurit-prajurit Ukraina yang mengeksekusi tentara Rusia, yang mana itu berpotensi melanggar Konvensi Jenewa karena membunuh tawanan perang. Tapi apa komentar Anda?
Itu bukan potensi pelanggaran. Itu adalah pelanggaran, dan video-videonya mengerikan. Tak hanya mereka dibunuh, mereka juga disiksa.
Kami berencana menampilkan dokumen-dokumen itu kepada PBB. Ada perbedaan antara bagaimana kami memperlakukan tawanan perang Ukraina.
Informasi terbaru kemarin, ada lebih dari 1.000 prajurit Ukraina yang menyerah di Mariupol. Berdasarkan apa yang kami dengar dari Kementerian Pertahanan kami, nyawa mereka dijamin akan selamat.
Mereka akan diinterogasi oleh badan investigasi kami dan mungkin dibebaskan setelah itu. Tetapi tidak ada yang menyakiti mereka. Sebaliknya, mereka yang terluka kini ada di rumah sakit dan dirawat di rumah sakit Rusia.
Apakah ada kemungkinan pertemuan antara Presiden Putin dan Presiden Zelensky, terutama setelah negosiasi di Istanbul, Turki?
Selalu ada kemungkinan, tetapi pertanyaannya adakah nilai tambah dari pertemuan-pertemuan itu? Dari sudut pandang kami, pertemuan itu dapat terjadi ketika ada hasil-hasil jelas dari negosiasinya.
Sejauh ini, kami tidak melihat adanya niat dari pihak Ukraina untuk mencapai keputusan yang bisa menyetop krisis yang terjadi di Ukraina.
Dan salah satu alasannya adalah mereka dihasut oleh mitra-mitra Barat mereka yang telah mendorong Ukraina dalam konflik ini. Jadi banyak yang akan tergantung pada posisi pihak Ukraina dalam negosiasi-negosiasi ini.
Negosiasi ini berjalan, sebenarnya berjalan online. Tapi sejauh ini kami tidak melihat adanya kemauan dari pihak Ukraina untuk mendapatkan hasil yang jelas.
Bagaimana dengan Forum KKT G20 di Indonesia, apakah Presiden Putin akan menghadiri atau melewatkannya?
Sejauh ini tak ada pembahasan bahwa Presiden Putin akan melewatkan KTT G20. Undangan dari Presiden Joko Widodo telah dikirimkan dan Presiden kami sebelumnya telah mengkonfirmasi niatnya untuk menghadiri KTT G20.
Jadi kami sangat berharap ia akan datang ke Indonesia. Kunjungannya sudah direncanakan dua tahun lalu bersamaan dengan perayaan 70 tahun hubungan diplomatik antara Rusia dan Indonesia.
Tetapi itu tak terlaksana karena COVID, sayang sekali. Jadi sebagai duta besar, saya sangat berharap presiden kami akan mengunjungi Indonesia dan menghadiri KTT G20.
Jadi update terbaru tentang kehadirannya adalah Presiden Putin tetap hadir?
Dia berniat melakukannya.
Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen mengatakan bahwa AS tidak akan mengirim delegasi jika Rusia menghadiri G20, bagaimana pendapat Anda?
Itu bullying, itu pemerasan, itu memberi tekanan. Anda bisa sebut semua hal itu. Anda bisa menggunakan semua istilah itu. Tapi kami mengapresiasi posisi pemerintah Indonesia yang dengan tepat fokus pada agenda ekonomi.
G20 adalah forum global yang pada dasarnya membahas masalah ekonomi dan keuangan global yang banyak terjadi, terutama setelah COVID 19 mengganggu banyak bidang perdagangan internasional dan ekonomi,serta sistem finansial.
Jadi, menyeret isu-isu politik hanya akan mengalihkan perhatian dari berbagai isu yang benar-benar penting bagi seluruh dunia.
Dan membahas isu-isu ini tanpa Rusia akan membuat forumnya menjadi kurang relevan. Bagi yang tidak mau hadir, menurut saya itu urusan mereka sendiri sebenarnya. Tapi mayoritas anggota G20 akan hadir.
Advertisement
Mustahil Bicara Energi tanpa Rusia
Slogan tahun ini adalah Recover Together, Recover Stronger. Ini dipandang sebagai prioritas yang tak terkait dengan konflik Rusia-Ukraina?
Ya, betul sekali. Dan Rusia memang mendukung prioritas-prioritas Indonesia pada presidensi G20, yaitu pemulihan pasca pandemi COVID 19, penguatan sistem kesehatan global, transformasi digital, transformasi energi.
Itu adalah isu-isu penting. Kenapa pula perlu membahas isu-isu yang tidak relevan dengan agenda G20?
Dan menurut saya itu adalah posisi yang tidak logis atau bahkan pengecut, karena jika Anda mencoba berpura-pura bahwa Rusia tidak ada, itu tidak akan membuat Rusia menghilang dari peta dunia atau membuat Rusia jadikurang penting dalam isu-isu global.
Contohnya energi, bagaimana Anda bisa membahas isu energi tanpa Rusia? Dan bagaimana caranya mengecualikan diri sendiri dari pertemuan ini dapat membantu menyelesaikan krisis di Ukraina?
Dan apakah Anda punya komentar terkait keputusan mensuspens Rusia di Dewan HAM PBB?
Sekali lagi, itu adalah posisi tak logis. Dan apa hasilnya ke komunitas internasional? Oke, kamu mungkin tidak suka dengan apa yang Rusia lakukan di Ukraina, tetapi jika kamu ingin menyelesaikan krisis ini, mungkin lebih baik berbicara dengan sisi Rusia tentang peristiwa-peristiwa ini.
Tentunya hal ini tak membuat pekerjaan Dewan jadi lebih seimbang. Saya yakin akan ada banyak tekanan dari negara-negara Barat yang menggunakan HAM sebagai senjata ke negara-negara lain.
Kami sudah sering melihatnya, atau demokrasi sebagai senjata atau instrumen untuk ikut campur dalam urusan dalam negeri negara-negara lain. Jadi ini adalah posisi tidak logis yang tidak akan berkontribusi untuk membuat dunia kita menjadi tempat yang lebih baik.
Apakah Anda punya pernyataan terakhir tentang situasi saat ini?
Sekali lagi, kami sangat menghargai posisi Pemerintah Indonesia yang seimbang dan atas dukungan yang kami lihat dari banyak orang di Indonesia.
Kami melihat bahwa tidak ada Russophobia, tidak ada sentimen anti-Rusia di masyarakat Indonesia dan tentu saja bagi kami, bagi Rusia, Indonesia adalah teman dan mitra yang sangat baik dan kami sangat menghargai hubungan baik yang telah kami nikmati selama bertahun-tahun.
Tahun lalu Anda mengumumkan bahwa Rusia memutuskan memberikan lebih banyak beasiswa ke Indonesia. Apakah sanksi ekonomi ini akan berdampak pada ketersediaan beasiswa bagi pelajar Indonesia?
Tentu saja tidak. Pemerintah kami telah menambah 100 beasiswa. Jumlah grant yang diberikan ke pelajar Indonesia kini jadi 261. Dan saya bisa mengatakan bahwa ada permintaan yang besar. Kami mendapatkan lebih dari 1.000 permintaan untuk pelajar Indonesia.
Dan di masa depan, saya yakin kita akan melihat lebih banyak beasiswa untuk orang Indonesia, sebab dengan populasi di sini yang mencapai 300 juta orang, ada permintaan yang besar dan banyak yang pelajar Indonesia bisa pelajari di Rusia.
Bahkan jika kita melihat ke negara-negara tetangga, Malaysia punya sekitar 3.000 pelajar di Rusia, Vietnam sekitar 1.000 pelajar.
Jadi, tentu saja, saya pikir pendidikan di Rusia adalah peluang yang besar karena berkualitas tinggi. Dan bonus tambahannya juga belajar bahasa Rusia, yang dipakai oleh 300 juta orang di dunia.
Jejak Sukarno di Rusia
Selain soal bahasa dan budaya, apakah sejarah panjang hubungan kedua negara turut menjadi daya tarik mahasiswa asal Indonesia untuk menimba ilmu di Rusia?
Benar sekali. Presiden Sukarno berkunjung ke negara kami empat kali. Dan sebenarnya ada banyak fakta menarik yang menyorot relasi kita yang sangat dekat dan baik ini.
Pertama-tama, tahukah Anda bahwa lagu Rayuan Pulau Kelapa sangat populer di Rusia pada tahun 60-an? Lagu itu diterjemahkan ke dalam Bahasa Rusia.
Alasannya karena ada film dokumenter tentang Indonesia yang dibuat sebelum Presiden Sukarno mengunjungi Rusia pada tahun 1959. Soundtrack dokumenter itu adalah Rayuan Pulau Kelapa yang diterjemahkan ke Bahasa Rusia.
Jadi banyak orang dari generasi yang lebih tua tahu lagu ini dalam bahasa Rusia, dan judul lagu ini dalam Bahasa Rusia adalah Indonesia Cintaku (Indonesia My Love). Lagunya indah.
Fakta menarik lain adalah Presiden Sukarno sebenarnya turut berkontribusi dalam rekonstruksi sebuah masjid di St. Petersburg, yang saat itu namanya adalah Leningrad.
Ketika ia mengunjungi kota itu, ia melihat sebuah gedung yang mengingatkannya pada sebuah masjid, dan memang itu masjid, tetapi tidak dipakai sebagai masjid pada saat itu. Jadi dia bertanya kepada pemimpin kami, Nikita Khrushchev, apakah itu masjid, dan Khrushchev bilang bukan.
Dan Presiden Sukarno meminta Khrushchev untuk merekonstruksinya, merenovasinya, dan menjadikannya sebuah masjid.
Dan itu dilaksanakan. Masih ada di St. Petersburg. Itu sangat terkenal, namanya Masjid Biru (The Blue Mosque). Dan ketika Presiden Megawati Sukarnoputri datang ke Rusia pada 2003, ia mengunjungi St. Petersburg dan ia pergi beribadah di masjid itu.
Jadi itu, dan tentu saja ada juga Gelora Bung Karno yang dibangun oleh negara kami. Rumah Sakit Persahabatan. Monumen Tugu Tani. Itu juga dibangun oleh pematung Rusia.
Bahkan di Jakarta Anda bisa melihat beberapa simbol persahabatan kita. Yang terbaru adalah monumen Gagarin. Yuri Gagarin. Astronot pertama, atau yang kami sebut sebagai kosmonot.
Patungnya disahkan tahun lalu, dan monumen itu adalah hadiah dari Moskow untuk warga Jakarta. Sekarang itu ada di Taman Mataram, dan orang-orang yang tertarik bisa melihatnya.
Advertisement
1.000 Tahun Islam Masuk Rusia
Selai itu, bagaimana dengan toleransi beragama di negara Anda?
Kamu tahu bahwa di Rusia kita punya sekitar 20 juta umat Muslim? Berdasarkan berbagai estimasi, ini berarti lebih dari 10 persen populasi Rusia, dan kita punya sembilan daerah di Rusia yang mayoritas Muslim, termasuk Tatarstan dan Chechnya dan tujuh lainnya.
Dan sebenarnya untuk menyorot status khusus dari daerah-daerah tersebut, kepala dari daerah-daerah itu disebut presiden, seperti Presiden Tatarstan atau Presiden Chechnya.
Faktanya tentu mereka adalah gubernur, tetapi itu menyorot betapa pentingnya daerah-daerah tersebut untuk Rusia dan populasi Muslim di Rusia. Mayoritas dari mereka bukanlah migran. Mereka adalah orang-orang yang sudah tinggal di daerah itu selama berabad-abad.
Ngomong-ngomong, bulan depan pada Mei kami akan merayakan peringatan 1.100 tahun sejak Islam datang ke Rusia. Akan ada perayaan besar di ibu kota Tatarstan, Kazan, dan beberapa pejabat Indonesia juga diundang untuk menghadiri perayaan tersebut.
Di Moskow saja ada lebih dari 2 juta orang Muslim. Jadi tentu Ramadhan itu sangat penting, sebagaimana itu penting bagi pengikut ajaran Islam.
Ini bukan libur nasional, tetapi di daerah-daerah Muslim, Idult Fitri, atau yang kita sebut Uraza Bayram adalah hari libur. Hari itu disahkan oleh Presiden Putin pada tahun 2016.
Dan saya tahu seberapa meriahnya Uraza Bayram dirayakan, karena selama perayaan itu ada banyak orang yang datang ke masjid untuk beribadah. Dan ada juga perayaan besar di area-area sekitar masjid.
Jadi umat Muslim bebas bisa merayakan Uraza Bayram, dan itu didukung pemerintah Rusia.
Dan memang kami punya budaya hidup berdampingan yang harmonis antarumat beragama, karena di Rusia, tentu mayoritas beragama Ortodoks Rusia, tapi kami juga punya umat Katolik, kami punya Protestan, kami punya 3 juta umat Buddha yang hidup di perbatasan Mongolia dan China.
Dan itu telah menjadi tradisi yang kami ikuti selama berabad-abad. Ya, selama 1.000 tahun, sejak Islam datang ke Rusia.
Seperti apa perayaannya? Apa Anda punya makanan tertentu selama perayaan?
Itu tergantung daerahnya. Tentu saja makanan dari Tatarstan sangat populer di Rusia. Rasanya enak.
Masyarakat Tatar makan banyak sekali domba dan juga semacam nasi goreng, meski rasanya sedikit beda, tapi juga nasi dimasak dengan cara khusus dengan daging dan sayur.
Dan juga yang sangat terkenal di Rusia adalah manisannya. Misalnya Çäkçäk, kamu bisa menemukannya dimanapun di Rusia. Itu dibuat dari gandum yang dioles madu. Dan rasanya sangat enak.
Sedangkan di Chechnya, ada jenis makanan lain yang disukai orang sana. Tetapi tetap saja domba itu wajib.