IBCSD: Peringkat dan Keterbukaan ESG Emiten di Indonesia Masih Rendah

Executive Director IBCSD, Indah Budiani menyebut ESG sebagai faktor penting untuk menjaga perusahaan agar tetap berharga.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 31 Jan 2022, 21:13 WIB
Pekerja menunjukan data pasar modal saat pameran Investor Summit 2015 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (12/11/2015). Investor Summit diselengarakan sebagai upaya agar masyarakat Indonesia paham tentang pasar modal. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas pasar modal tanah air terus genjot penerapan ESG untuk perusahaan terbuka. Emiten dengan kinerja ESG yang baik dinilai dapat menjadi pertimbangan investor dalam menentukan investasinya.

Executive Director Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Indah Budiani menyebut ESG sebagai faktor penting untuk menjaga perusahaan agar tetap berharga.

"Kesadaran investor sudah banyak yang mempertimbangkan komponen ESG, khususnya lingkungan. Jadi ke depannya prinsip ESG merupakan kunci bagi perusahaan untuk jalankan bisnisnya,” kata Indah dalam webinar Tren Penerapan Keuangan Berkelanjutan Berbasis ESG Pascapandemi, Senin (31/1/2022).

Sayangnya, Indah mengungkapkan indeks ESG pasar modal tanah air masih rendah dibandingkan sejumlah bursa negara tetangga, dengan disclosure masih di bawah 50 persen.

“Indeks ESG pasar modal Indonesia hanya menempati peringkat ke-36 dari 47 pasar modal di dunia per Maret 2021. Bahkan di bawah Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, dan India,” ungkap Indah.

Keterbukaan ESG di Indonesia juga masih rendah dibandingkan negara lain. "ESG disclosure Indonesia saat ini masih di bawah 50 persen dibandingkan negara-negara lain ESG Indonesia masih rendah," ia menambahkan.

Untuk itu, perusahaan perlu untuk kembali mengidentifikasi, menyusun prioritas, merespons, serta meninjau ulang isu ESG secara berkala.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


33 Faktor Utama ESG

Pekerja melintas di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Senin (3/1/2022). Pada pembukan perdagagangan bursa saham 2022 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung menguat 7,0 poin atau 0,11% di level Rp6.588,57. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dalam kesempatan yang sama, Founder Bumi Global Karbon (BGK), Achmad Deni Daruri mengatakan pihaknya telah mengidentifikasi 33 faktor utama ESG berdasarkan studi peraturan, perjanjian internasional, serta standar dan pedoman pelaporan.

Namun, hanya 101 perusahaan yang dinilai memenuhi faktor-faktor tersebut. "Saya berhasil hanya menemukan 101 dari non sektor 160an karena kita hanya ambil data umum dari website masing-masing,” ungkapnya.

Dengan penemuan itu, Dani berharap otoritas terkait dapat melakukan evaluasi terhadap regulasi yang mengatur tentang pelaporan kinerja keuangan berkelanjutan, yakni  Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 51/POJK.03/2017.

Dia menuturkan, OJK dinilai belum melakukan evaluasi terhadap penerapan beleid tersebut. Sehingga belum diperoleh kondisi yang ideal antara environmental, sustainability, maupun governance perusahaan terbuka.

"(Temuan ini) supaya ada asesmen dari POJK 51, belum ada evaluasi. Selama ini lapor ya lapor saja, selesai," kata dia.

Sebagai gambaran, dari sisi ketepatan waktu pelaporan laporan keberlanjutan 2020 dari tahun fiskal oleh 101 emiten, ada 40 persen emiten yang tidak diketahui waktu pelaporannya.

Lainnya, ada 1 persen perusahaan yang menyampaikan laporan keberlanjutan 1 bulan setelah tahun fiskal berjalan, lalu ada 4 persen emiten melakukan pelaporan pada bulan kedua. Emiten melakukan pelaporan pada bulan ketiga, empat dan lima masing-masing 16 persen. 7 persen melakukan pelaporan pada bulan keenam, dan satu persen pada bulan 11.

“40 persen tidak punya tanggal. Ternyata buru-buru atau hanya yang penting menggugurkan kewajiban OJK,” kata Deni.

Dari pengungkapan komponen environmental rata-rata hanya 24 persen dengan 11 faktor. Tertinggi, yakno energy intensity sebesar 321 persrn, sementara nilai pengungkapan paling rendah yakni GHC emission dan forestry CSR yang masing-masing hanya 17 persen.

Lanjut pada pengungkapan komponen sosial yang hanya 25 persen dengan 11 faktor. Dengan nilai pengungkapan paling tinggi employee turnover sebesar 38 persen.

Sementara pengungkapan paling minim yakni CEO pay ratio yang hanya 11 persen. Serta yang terakhir pengungkapan dari sisi governance dengan rata-rata hanya 28 persen dari 7 faktor. Nilai pengungkapan tertinggi pada discosure practice sebesar 54 persen, sementara pengungkapan paling rendah yakni terkait incentivized pay sebesar 12 persen.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya