Liputan6.com, Jakarta - Stunting atau masalah kurang gizi kronis masih menjadi tugas berat yang harus ditanggulangi Indonesia. Dari data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ada enam provinsi dengan angka stunting yang tinggi, yakni lebih dari 30 persen.
Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, enam provinsi itu adalah Nusa Tenggara Timur (37,8 persen), Sulawesi Barat (33,8 persen), Aceh (33,2 persen)/.
Advertisement
Lalu, Nusa Tenggara Barat (31,4 persen) dan Sulawesi Tenggara (30,2 persen) dan Kalimantan Selatan (30 persen) seperti mengutip Antara.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan permasalahan gizi pada keenam provinsi itu harus segera mungkin dituntaskan. Sebab stunting menjadi salah satu komponen terbesar dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, yakni sebesar 24,4 persen.
Selain itu, permasalah stunting dalam pembangunan sumber daya manusia nantinya juga sangat berkaitan erat dengan terjadinya mental emotional disorder pada anak sebesar 9,8 persen, disabilitas atau autisme 4,1 persen.
“Kita harus siapkan saat ini, mulai dari sekarang. Supaya betul-betul Indonesia emas bisa diraih,” kata Hasto dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR RI Dengan BKKBN yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
“Amanah dari Bapak Presiden tentu kita lebih banyak fokus memperhatikan keluarga yang muda. Ini menjadi perhatian yang penting, karena keluarga muda yang baru mau produktif ini, jadi penentu masa yang akan datang,” katanya.
Upaya
BKKBN kini fokus melakukan berbagai penanganan melalui intervensi baik secara sensitif maupun spesifik di enam provinsi. Juga melakukan intervensi di lima provinsi dengan jumlah penduduk absolut. Kelima provinsi tambahan itu adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten dan Sumatera Utara.
BKKBN juga akan berpegang teguh pada lima pilar yang ada dalam strategi nasional percepatan penurunan stunting, di mana pilar-pilar itu mengacu mulai dari pembangunan komitmen pemerintah pusat dan daerah, menjalankan komunikasi informasi dan edukasi (KIE) pada masyarakat, berjalannya intervensi sensitif dan spesifik.
Termasuk pengolahan bahan pangan lokal melalui Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat) serta menjalankan riset dan inovasi seperti Pendataan Keluarga (PK) 2021 juga menciptakan aplikasi Elsimil (Elektronik Siap Nikah dan Hamil).
Sedangkan dalam melakukan pendampingan pada keluarga, BKKBN sudah membentuk tim pendamping keluarga yang terdiri dari 600 ribu personel atau sebanyak 200 ribu tim yang terdiri dari bidan, tim PKK juga kader dan disebar di seluruh penjuru negeri
Namun, kata dia, semua hal itu tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya komitmen kuat dan kolaborasi bersama semua pihak.
Oleh sebab itu, berbagai kerja sama dengan kementerian dijalin guna mempercepat penurunan angka stunting.
“Peran BKKBN memfokuskan pada keluarga, bagaimana unit terkecil dalam masyarakat keluarga ini bisa dipastikan menerima bantuan-bantuan yang bersumber dari kementerian dan lembaga sampai pada sasaran,” tegas Hasto.
Advertisement