Epidemiolog: Masuki Gelombang Ketiga Covid-19, Pemerintah Harus Siapkan Skenario Terburuk

Dicky menyebut, pemerintah harus bersiap menghadapi puncak Omicron di mana jumlah kasusnya akan 4 kali lebih banyak dari varian Delta.

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 02 Feb 2022, 13:21 WIB
Ilustrasi varian COVID-19, omicron. (PHoto by brgfx on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman meminta masyarakat dan pemerintah mewapadai gelombang ketiga varian Omicron. Menurutnya saat ini Indonesia baru memasuki awal gelombang ketiga. 

"Dalam 2-3 minggu kedepan, korbannya bisa mulai terjadi. Orang dirawat di RS meninggal bisa saja terjadi. Untuk itu kita harus mitigasi," kata Dicky kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu, (2/2/2022).

Dicky menegaskan, pemerintah dan masyarakat tidak boleh terlalu percaya diri dalam menghadapi gelombang Omicron. Sehingga, pemerintah harus menyiapkan skenario terburuk.

"Omicron sangat serius, ini dengan kasus sebelum delta 1-2 orang, sekarang kasus 1 hari 10 ribu. Kalau Indonesia melaporkan sehari 10-20 ribu itu merupakan puncak gunung es, kita harus sadari," kata dia.

Dengan sifat Omicron yang masa inkubasinya sangat singkat dan pertumbuhannya 2-3 kali Delta, maka pemerintah harus segera aktif melakukan 3 T, tes (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment). 

Saat ini, kata Dicky, 3 T yang dilakukan pemerintah bersifat pasif yaitu hanya menunggu orang datang ke fasilitas kesehatan. Sementara saat ini 80-90 persen masyarakat yang terpapar Omicron tidak bergelaja atau bergejala ringan. 

Sementara kecenderungan masyarakat Indonesia tidak akan ke fasilitas kesehatan dan hanya dirawat sendiri. 

"Pada tahap awal tidak apa-apa tapi ini menyimpan bahaya, kalau tidak ada mitigasi yang kuat, ini akan mengarah pada kelomnpoik risiko tinggi, lansia, kamorbid, anak," ujar dia.

Untuk itu, kata Dicky, pemerintah harus melakukan deteksi dan karantina bagi yang terpapar. Namun, kata dia, jangan sampai membebani tenaga kesehatan. Untuk pasien tak bergejala atau bergejala ringan, dapat lakukan isolasi mandiri. 

Kemudian, pemerintah juga bisa menyiapkan fasilitas isolasi terpadu yang dekat dengan masyarakat.

"Ini akan mengurangi beban ke faskes. Karena ini masih awal, belum puncak. Jangan sampai RS penuh duluan," kata dia.

Selain itu, APD untuk tenaga kesehatan dan oksigen harus disiapkan. 

 


Bersiap Masa Puncak Omicron

Dicky menyebut, pemerintah harus bersiap menghadapi puncak Omicron di mana jumlah kasusnya akan 4 kali lebih banyak dari varian Delta. 

Untuk itu, Dicky meminta pemerintah melakukan percepatan vaksinasi bukan hanya pada anak, tetapi dewasa.

"Inilah yang secara tidak langsung melindungi anak-anak," kata dia.

Selain itu, Dicky juga meminta mengurangi mobilitas masyarakat dengan berlakukan pembelajaran secara daring dan lakukan kebijakan WFH. 

"Melindungi anak-anak ini adalah dengan cara bukan hanya vaksinasi tapi juga membatasi mobilitas interaksi mereka," kata dia.

"Misalnya PTM dihentikan sementara, paling tidak sampai awal Maret bisa dibuka lagi. Kalau ini dilakukan, yang menerima manfaat tidak hanya anak, tapi juga adik-adiknya yang belum divaksin," lanjutnya.

Jangan sampai kebijakan pemerintah ini terlambat dilakukan. 

"Kalau sudah terjadi peningkatan di RS ini telat. Untuk memperbaikinya perlu 2 minggu. Selama ini akan jatuh terus kematiannya," tandas Dicky.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya