KPK Tahan Eks Dirjen Kemendagri Ardian Noervianto

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto (MAN).

oleh Fachrur Rozie diperbarui 02 Feb 2022, 17:34 WIB
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). Pemprov Papua merupakan daerah yang memiliki risiko korupsi tertinggi dengan. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto (MAN). Ardian ditahan berkaitan dengan kasus dugaan suap pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021.

"Untuk kepentingan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan tersangka untuk 20 hari pertama dimulai tanggal 2 Februari 2022 sampai 21 Februari 2022," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Rabu (2/2/2022).

Ardian bakal ditahan di Rumah Tahanan (Rutan KPK) di Gedung Merah Putih.

Ardian ditetapkan tersangka suap pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021. Pengumuman tersangka terhadap Ardian dilakukan pada 27 Januari 2022. Saat pengumuman tersangka, Ardian tak hadir lantaran mengaku sakit.

Selain Ardian, KPK menjerat Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar. Laode dan Ardian ditetapkan sebagai penerima suap. Sementara pihak pemberi, KPK menjerat Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur.

 

 


Peran Ardian

Ardian selaku pejabat Kemendagri memiliki kewenangan menyusun surat pertimbangan Mendagri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh Pemerintah Daerah.

Kemudian pada Maret 2021, Andi Merya menghubungi Laode agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur. Selanjutnya, sekitar Mei 2021, Laode mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di kantor Kemendagri, Jakarta.

Pada pertemuan itu Andi mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 Miliar dan meminta agar Ardian mengawal dan mendukung proses pengajuannya. Namun Ardian meminta fee 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman.

Andi menyanggupinya dan mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik Laode. Dari uang itu, diduga dilakukan pembagian dimana Ardian menerima SGD 131 ribu setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah kediaman pribadinya di Jakarta dan Laode Rp 500 juta.

Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap terkait proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menjerat Andi Merya Nur dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Koltim Anzarullah.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya