Kejagung Minta PPATK Bantu Telusuri Transaksi Mencurigakan di Kasus Dugaan Korupsi Garuda

Kejagung meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menelusuri transaksi mencurigakan atas kasus dugaan korupsi penyewaan pesawat ATR 72-600 di PT Garuda Indonesia.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 03 Feb 2022, 15:44 WIB
Gedung Kejaksaan Agung Jakarta. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menelusuri transaksi mencurigakan atas kasus dugaan korupsi penyewaan pesawat ATR 72-600 di PT Garuda Indonesia. Hal itu dikonfirmasi oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Supardi. 

"Yang penting sudah, kita doakan mereka cepat," kata Supardi kepada awak media, Kamis (3/2/2022).

Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menaikkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPidsus) Febrie Ardiansyah menduga negara telah mengalami kerugian mencapai triliunan rupiah. Meski demikian, angka detilnya belum bisa disampaikan.

"Kerugian cukup besar, seperti contohnya, untuk pengadaan sewa saja ini indikasi sampai sebesar Rp3,6 triliun tapi tentunya tidak bisa kami sampaikan secara detail, karena ini tetap akan dilakukan oleh rekan-rekan auditor," kata Febrie kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu 9 Januari 2022.

Meski jumlah kerugian yang ditaksir besar, Febrie mengatakan kejaksaan berupaya melakukan pemulihan terhadap kerugian negara tersebut.

"Penyidik di Kejagung mengupayakan bagaimana kerugian yang telah terjadi di Garuda akan kita upayakan pemulihannya," dia menandasi.

 


Kronologi Kasus Dugaan Korupsi

Kasus dugaan korupsi tersebut bermula dari Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2009-2014, Garuda berupaya melakukan pengadaan dengan menambah armada sebanyak 64 pesawat baik dengan menggunakan skema pembelian (financial lease) maupun sewa (operation lease buyback) melalui pihak lessor atau perusahaan yang menyediakan jasa menyewakan barang dalam bentuk guna usaha.

Garuda pun menggunakan lessor agreement atau pihak ketiga yang menyediakan dana. Garuda pun akan membayar kepada lessor tersebut. Pembayaran dilakukan secara bertahap dengan memperhitungkan waktu pengiriman terhadap inflasi.

Adapun realisasi dari RJPP tersebut berupa pengadaan 50 pesawat ATR 72-600 yang terdiri dari pembelian 5 unit pesawat dan penyewaan 45 unit pesawat. Sementara untuk pengadaan 18 unit CRJ 1000, 12 diantaranya bersifat sewa.

Atas pengadaan atau sewa pesawat itu diduga telah terjadi peristiwa pidana yang menimbulkan kerugian negara dan menguntungkan lessor. Terkait perkara ini, Menteri BUMN, Erick Thohir, bertemu dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin pada Selasa (11/1/2022).

Erick menyerahkan data dan hasil audit dari BPKP terkait temuan data tersebut guna melengkapi proses penyelidikan yang dilakukan JAMPidsus.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya