Pengamat: Pemberantasan Truk Kelebihan Muatan Harus dari Hulu ke Hilir

Permasalahan truk kelebihan muatan atau angkutan barang ODOL memberikan dampak yang luar biasa.

oleh Tira Santia diperbarui 04 Feb 2022, 09:20 WIB
Truk kelebihan muatan atau Overdimension and Overload (odol) melintas di jalan tol. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Permasalahan kelebihan ukuran dan kelebihan muatan pada angkutan barang atau truk kelebihan muatan atau biasa disebut over dimension overload (ODOL) merupakan permasalahan yang telah terjadi sejak lama.

Hal itu disampaikan, Pengamat transportasi sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno, dalam tulisannya dikutip Liputan6.com, Jumat (4/2/2022).

Menurutnya, permasalahan truk ODOL memberikan dampak yang luar biasa antara lain, menjadi salah satu penyebab kecelakaan lalu lintas, menimbulkan kerusakan infrastruktur jalan, jembatan, dan pelabuhan, menimbulkan polusi udara, serta menyebabkan ketidakadilan dalam usaha pengangkutan logistik

“Hampir setiap hari terbit berita kecelakaan truk ODOL. Entah sudah berapa ribu nyawa meregang di jalan raya akibat operasi truk ODOL. Harus ada niat bersama dari semua pemangku kepentingan untuk menertibkan operasi truk ODOL menuju Zero Truk ODOL Januari 2023. Penyelenggaraan truk ODOL masuk kategori tindakan korupsi, merugikan negara tidak langsung,” kata Djoko.

Menurutnya, pemberantasan truk ODOL harus komprehensif dari hulu hingga hilir. Korlantas peduli akan malah Odol yang berdampak pada terjadinya kecelakaan dan kemacetan serta masalah lalu lintas lainnya. Odol juga berdampak pada kendaraan tidak dapat dioperasionalkan sebagaimana seharusnya.

 


Saran ke Pemerintah

Kemenhub melarang truk kelebihan muatan (ODOL) masuk ke pelabuhan penyeberangan. Dok Kemenhub

Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan lainnya yang disebabkan truk odol, Djoko menyarankan agar setiap kendaraan yang akan dioperasikan di jalan raya harus melalui proses uji tipe.

Setelah lolos uji tipe akan dikeluarkan Surat Registrasi Uji Tipe (SRUT) oleh Ditjenhubdat yang selanjutnya oleh Polri akan dikeluarkan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan plat nomor kendaraan.

Pengujian kendaraan bermotor (PKB) untuk angkutan umum (barang dan penumpang) wajib dilakukan setiap 6 bulan sekali. PKB diselenggarakan oleh Dishub Kabupaten/Kota.

Pelaksanaan PKB di daerah dipandang sebagai sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah), bukan memandangnya bagian dari aspek keselamatan berkendara.

“Penyelenggaraan PKB di kota relatif lebih baik ketimbang sejumlah PKB Kabupaten. Kendala luas wilayah kabupaten menjadikan kurang efektifnya pelaksanaan PKB,” ujarnya.

Djoko menilai, numpang uji yang tujuannya memudahkan pemilik truk melakukan uji berkala, namun dalam pelaksanaannya kerap disalahgunakan, sehingga diperlukan pengawasan lebih ketat lagi oleh Ditjenhubdat sebagai pembuat aturan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya