Liputan6.com, Jakarta Pengamat transportasi sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno, mengatakan, jika peraturan tentang over dimensi dan overloading (Odol) angkutan barang di Indonesia terkesan dibuat hanya sebagai ladang pungutan liar bagi oknum petugas di lapangan.
“Kebijakan Zero Truk ODOL tidak akan tercapai entah sampai tahun berapa pun, jika hanya terjadi saling menyalahkan saja,” kata Djoko, dikutip liputan6.com dalam tulisannya, Jumat (4/2/2022).
Advertisement
Menurutnya, jika dalam berbagai kesempatan saling menyalahkan membuat pihak regulator dan operator saling curiga. Sehingga tidak ada saling kepercayaan dan selalu saling mempersiapkan kuda-kuda untuk bertarung.
“Karena effort yang diberikan selama ini tidak pada akar rumput, tapi memang dibuat saling gigit-menggigit, regulator menggigit pengusaha truk maksudnya agar pengusaha truk menggigit pemilik barang dan hal itu tidak mungkin terjadi,” ujarnya.
Padahal, pengusaha truk dan pemilik barang adalah satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dalam hal penertiban Truk ODOL.
“Di Indonesia yang tadinya bagaikan di hutan belantara karena terjadi pembiaran dalam banyak hal sejak 1945 dan banyak kesalahan yang sudah akut dan dianggap benar, jika mau dibereskan secara tiba-tiba memang butuh effort yang luar biasa,” tegasnya.
Djoko mencontohkan, di Jerman saja Polisi Autobahn masih sering berurusan dengan truk-truk yang di suspect bermuatan overload dan pelanggaran tata cara muat (di sana strick sekali), apalagi truk-truk Eropa Timur.
Setiap kendaraan yang akan dioperasikan di jalan raya harus melalui proses uji tipe. Setelah lolos uji tipe akan dikeluarkan Surat Registrasi Uji Tipe (SRUT) oleh Ditjenhubdat yang selanjutnya oleh Polri akan dikeluarkan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan plat nomor kendaraan.
Wajib Uji
Djoko menyarankan agar pengujian kendaraan bermotor (PKB) untuk angkutan umum (barang dan penumpang) wajib dilakukan setiap 6 bulan sekali. PKB diselenggarakan oleh Dishub Kabupaten/Kota.
Pelaksanaan PKB di daerah dipandang sebagai sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah), bukan memandangnya bagian dari aspek keselamatan berkendara.
Penyelenggaraan PKB di kota relatif lebih baik ketimbang sejumlah PKB Kabupaten. Kendala luas wilayah kabupaten menjadikan kurang efektifnya pelaksanaan PKB.
“Numpang uji yang tujuannya memudahkan pemilik truk melakukan uji berkala, namun dalam pelaksanaannya kerap disalahgunakan, sehingga diperlukan pengawasan lebih ketat lagi oleh Ditjenhubdat sebagai pembuat aturan,” pungkas Djoko.
Advertisement